SURABAYA – Tiap hotel memiliki menu andalan. Tidak terkecuali salah satu hotel di Jalan Tunjungan ini yang memiliki Sego Goreng Bambu Runcing sebagai menu andalannya.
Sulistiawan, selaku eksekutif chef menjelaskan ada tiga menu andalan yang disajikan. Namun, hanya satu yang menjadi ikonik hotel gaya klasik itu. “Salah satunya Sego Goreng Bambu Runcing itu, untuk dua lagi ada rawon dan ayam bakar,” ujarnya, Rabu (26/10).
Menu nasi goreng merupakan sajian lawas hotel itu. Hidangan itu telah melalui banyak uji coba. Tujuannya untuk menemukan rasa yang khas dan memorable. “Kita menggunakan rempah-rempah yang membuat rasanya beda dari yang lain,” tuturnya.
Dia menegaskan, rasa yang unik adalah sensasi pedas dan rasa rempah berupa kencur pada after taste. Kemudian, Sulis memadukan dengan iga bakar yang tak kalah kaya rasanya. “Ini (iga bakar, Red) diolah pakai rempah juga. Sedikit manis dan pedas khas merica,” terangnya.
Tidak kalah unik yakni penyajiannya. Pria yang berkecimpung sebagai chef sejak 1995 itu memasukkan nasi ke dalam bambu. Bentuknya runcing dengan sentuhan daun pisang. Dia menambah kondimen acar, kerupuk, dan telur. “Penyajian dalam bambu ini membuat porsinya lebih banyak. Untuk yang pesan online kita juga pakai bambu,” jelasnya.
Selain itu, Sulis sapaanya, mempersiapkan dua menu lainnya. Yaitu, rawon dan ayam bakar. Keduanya tidak lepas dari rempah-rempah dan sensasi pedas. “Rawon ini bakal beda dari rawon pada umumnya,” tegasnya.
Dia mengatakan, kuah rawonnya berkarakter pekat. Sementara, untuk daging ditaburi serundeng. Kondimen lainnya, yakni telur asin, tempe, dan kecambah. “Yang membedakan empal ini karena dimasak dan disajikan secara terpisah,” urainya.
Pria lulusan perhotelan itu memang terbiasa membuat menu unik. Penggunaan bambu dan rasa pedas, itu sebagai penggambaran semangat pergerakan 10 November. “Saya rasa ini satu-satunya di Surabaya,” katanya.
Sementara itu, Zainul Afandi, General Manager hotel menambahkan, sajian Sego Goreng Bambu Runcing telah disiapkan untuk memperingati Hari Pahlawan 10 November mendatang.
Display bambu runcing menurutnya mewakili perjuangan pahlawan. “Menu ini memang seperti mati suri. Saat ini saatnya menghidupkannya lagi karena momennya pas,” imbuhnya. (hil/nur)