SURABAYA – Belakangan ini bisnis kuliner kian kreatif mengonsep ide untuk menarik pengunjung, termasuk memilih tema yang dirasa bukan hanya menjadi daya tarik bagi pengunjung, namun juga membuat mereka nyaman sekaligus tempatnya yang instagramable.
Itulah yang dihadirkan oleh ua sahabat Darmanto dan Suryani. Mereka memutuskan membuka usaha warung bertema Jawa. Nuansa Jawa itu ditonjolkan pada eksterior maupun interior warung yang khas Jawa.
Suryani mengakui, semua eksterior dan interior warung ini didapatnya dari Tulungagung. “Jadi saya cari rumah di Tulungagung yang masih khas Jawa. Kemudian kami beli, dan kami bongkar, bawa ke Surabaya, rakit kembali seperti semula,” jelas Suryani, saat soft launching restoran miliknya yang ada di kawasan Gunung Anyar tersebut, Sabtu (16/10).
Di atas lahan sewa seluas 15 x 100 meter tersebut, Suryani membentuk kampung Jawa. Dengan berbagai bangunan khas Jawa, yang diberi nama Joglo, Sinom, Srotong, Pawon, Langgar, Kandang Sapi hingga Gazebo.
“Jadi depan, saya beri pintu masuk berupa gapura yang menyatu. Kemudian ada kandang sapi, gazebo dan lainnya. Interior tambahan saya beri kendi, dan gentong berisi air. Semuanya itu ada filosofinya,” jelas Suryani.
Setelah pintu masuk, sebelah kanan tampak bangunan bekas kandang sapi. Kemudian Joglo. Dimana menurut Suryani, filosofi Joglo ada pada tiang pancangnya. Rumah Joglo berbentuk bujur sangkar dengan empat pokok tiang di tengahnya. Tiang ini disebut dengan istilah ‘saka guru’.
“Nah, penopang tiang itu merupakan blandar bersusun yang dikenal dengan nama ‘tumpang sari’. Seiring dengan perkembangan zaman, terdapat tambahan-tambahan dalam rumah Joglo ini. Akan tetapi, yang paling mendasar adalah rumah yang tetap berbentuk persegi,” jelas Suryani.
Ada dua joglo dengan beda ukuran di area tersebut yang berjajar. Selanjutnya tampak rumah Sinom, dan rumah Srotong. Menurut Suryani, rumah Sinom dan Srotong adalah rumah untuk warga kasta kedua dan ketiga di budaya Jawa.
“Kalau joglo, biasanya dimiliki kades dan sejajarnya. Sinom untuk pegawai di bawah kades dan sejajarnya. Sementara untuk Srotong adalah rumah warga desa yang berada di strata paling bawah,” jelas Suryani.
Kemudian ada Pawon yang artinya dapur dan tentunya langgar atau musala sebagai tempat salat. “Dengan adanya ini, kami juga ingin menguri-nguri budaya Jawa. Kalau ke sini tidak hanya makan di warungnya, namun juga bisa menikmati suasana khas Jawa ini,” tambah Suryani.
Sementara untuk pengelolaan warung, giliran Darmanto yang bertugas, termasuk sebagai chef. Menu-menu yang disajikan, diolah secara tradisional dari tangan Darmanto. “Menunya juga khas Jawa. Seperti olahan lodeh, olahan sayur asem, bayam, tempe, tahu, ayam, dan lainnya,” jelas Darmanto.
Selain menu utama, juga ada menu camilan, seperti pisang godok, kacang godong, ketela godok dan sejenisnya. Juga wedang uwuh, teh dan kopi. (sam/nur)