SURABAYA – Sunat atau khitan merupakan tradisi yang telah ada sejak lama dan berlangsung sampai sekarang di masyarakat. Khitan memang identik dengan agama Islam terutama bagi laki-laki karena hal ini kewajiban.
“Namun saat ini banyak nonmuslim yang juga melakukan khitan dengan alasan kesehatan,” ujar Pakar Sosiologi Unair Bagong Suyanto.
Bagong mengatakan, dalam suatu keluarga praktik khitan berawal dari orang tua yang kemudian menjadi kebiasaan, bahkan kewajiban yang tidak bisa hilang. Khitan ini memiliki manfaat karena membuang bagian tubuh yang menjadi tempat persembunyian kotoran. “Nah inilah yang mulai disadari oleh masyarakat,” katanya.
Selain itu, ada juga tradisi arak-arakan untuk anak yang telah disunat. Hanya saja tradisi tersebut, khususnya di Surabaya mulai menghilang. “Khitan sekarang tidak hanya menjadi bagian dari ritual kultural, tapi juga menjadi bagian dari kesehatan. Jadi ritualnya mungkin berkurang tapi kesadaran medis bertambah,” terangnya.
Diketahui, untuk masyarakat Jawa, anak-anak yang telah dikhitan ini akan diarak keliling kampung dengan diiringi pengawal. Arak- arakan keliling kampung ini memiliki makna ta’aruf agar anak yang dikhitan ini dekat dan bersikap arif dengan masyarakatnya. Sedangkan khataman Quran, merupakan simbol keutamaan dari anak- anak yang telah menyelesaikan pembelajaran Alquran. (mus/nur)