25 C
Surabaya
Sunday, June 11, 2023

Rapat Samodera di Lapangan Tambaksari Menyemangati Perang 10 November

SURABAYA – Peristiwa 10 November 1945 tidak bisa dilepaskan dari peristiwa penting, yakni rapat raksasa di Lapangan Tambaksari atau yang kini biasa orang menyebut Gelora 10 November. Tepatnya 21 September 1945, ratusan ribu rakyat Surabaya tumplek blek di lapangan tersebut dengan semangat yang menggelora untuk merumuskan dalam mempertahankan kemerdekaan sebelum pecahnya peristiwa 10 November.

Menurut pegiat sejarah, Nur Setiawan, rapat raksasa ketika itu disebut sebagai Rapat Samoedra untuk menumbuhkan semangat arek-arek Suroboyo dalam terus mempertahankan kemerdekaan sebelum akhirnya terjadi peristiwa 10 November. Dalam rapat tersebut mereka juga berencana untuk melucuti senjata Jepang.

“Rapat Samoedra itu bertujuan untuk meningkatkan semangat rakyat agar lebih berani berkorban dalam mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamasikan 17 Agustus 1945. Namun penjajahan terus dilakukan. Sehingga diadakan Rapat Samoedra itu,” kata Nur.

Baca Juga :  Rumah WR Soepratman di Jalan Mangga Jadi Cagar Budaya

Para pemuda yang aktif menggerakkan rakyat untuk datang ke lapangan Tambaksari adalah Pemuda Republika Indonesia (PRI) dan Hassanoesi yang menggerakkan truk dan mobil hasil rampasan Jepang.

Informasi rencana Rapat Samoedra itu pun sangat luar biasa dan masif hingga ke kampung-kampung. Rakyat dari penjuru wilayah di Surabaya rela hadir dengan jalan kaki. Ada juga yang menaiki truk maupun becak dengan membawa tulisan poster bernada melawan dan memberontak kepada penjajah.

Akhirnya rapat 21 September dimulai pukul 16.00. Menurut Nur, rapat dibuka dengan pidato ketua BKR Abdoel Wahab. Kemudian dilanjutkan oleh Residen Soedirman, Soemarsono, Lukitaningsih (ketua pergerakan puteri), Abdoel Sjoekoer, hingga koesnadi. “Mereka menggelora semangat kepada rakyat Surabaya yang datang,” tuturnya.

Baca Juga :  Tandon Air Wonokitri yang Pertama Dibangun Belanda di Atas Bukit

Semangat pun menjadi menggelora untuk melakukan pemberontakan kepada penjajah. Hingga Jepang terusir, peristiwa tiga hari yang menewaskan Brigjen AWS Mallaby, hingga peristiwa 10 November 1945. (rmt/nur)

SURABAYA – Peristiwa 10 November 1945 tidak bisa dilepaskan dari peristiwa penting, yakni rapat raksasa di Lapangan Tambaksari atau yang kini biasa orang menyebut Gelora 10 November. Tepatnya 21 September 1945, ratusan ribu rakyat Surabaya tumplek blek di lapangan tersebut dengan semangat yang menggelora untuk merumuskan dalam mempertahankan kemerdekaan sebelum pecahnya peristiwa 10 November.

Menurut pegiat sejarah, Nur Setiawan, rapat raksasa ketika itu disebut sebagai Rapat Samoedra untuk menumbuhkan semangat arek-arek Suroboyo dalam terus mempertahankan kemerdekaan sebelum akhirnya terjadi peristiwa 10 November. Dalam rapat tersebut mereka juga berencana untuk melucuti senjata Jepang.

“Rapat Samoedra itu bertujuan untuk meningkatkan semangat rakyat agar lebih berani berkorban dalam mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamasikan 17 Agustus 1945. Namun penjajahan terus dilakukan. Sehingga diadakan Rapat Samoedra itu,” kata Nur.

Baca Juga :  Pasar Keputran, Pusat Kulakan Sayur Mayur Sejak Zaman Belanda

Para pemuda yang aktif menggerakkan rakyat untuk datang ke lapangan Tambaksari adalah Pemuda Republika Indonesia (PRI) dan Hassanoesi yang menggerakkan truk dan mobil hasil rampasan Jepang.

Informasi rencana Rapat Samoedra itu pun sangat luar biasa dan masif hingga ke kampung-kampung. Rakyat dari penjuru wilayah di Surabaya rela hadir dengan jalan kaki. Ada juga yang menaiki truk maupun becak dengan membawa tulisan poster bernada melawan dan memberontak kepada penjajah.

Akhirnya rapat 21 September dimulai pukul 16.00. Menurut Nur, rapat dibuka dengan pidato ketua BKR Abdoel Wahab. Kemudian dilanjutkan oleh Residen Soedirman, Soemarsono, Lukitaningsih (ketua pergerakan puteri), Abdoel Sjoekoer, hingga koesnadi. “Mereka menggelora semangat kepada rakyat Surabaya yang datang,” tuturnya.

Baca Juga :  Kampung Kungfu Kapasan: Tekuk Perlawanan Belanda Pakai Jurus Beladiri

Semangat pun menjadi menggelora untuk melakukan pemberontakan kepada penjajah. Hingga Jepang terusir, peristiwa tiga hari yang menewaskan Brigjen AWS Mallaby, hingga peristiwa 10 November 1945. (rmt/nur)

Most Read

Berita Terbaru