SURABAYA – Salah satu jalan utama di kawasan pecinan Surabaya adalah Jalan Kembang Jepun. Di masa Hindia Belanda, kawasan di sebelah timur Kali Mas itu bernama Handelstraat atau jalan niaga. Kawasan perdagangan utama.
Selama ini banyak orang mengira nama Kembang Jepun baru muncul pada masa pendudukan Jepang tahun 1942-1945. Padahal, menurut sejarawan, jauh sebelum VOC datang ke Nusantara sudah ada Kembang Jepun di kawasan kota lama Surabaya.
Dr Anthony Tjio menjelaskan, Kembang Jepun merupakan permukimanan orang Jepang sejak sebelum kedatangan VOC. Di sana mereka mendirikan bar Jepang yang dihiasi pohon sakura. “Kebanyakan orang Jepang itu petani sawah beras yang datangnya dari Huian di Danang, Champa, pertengahan Vietnam,” kata Anthony Tjio yang asli Pabean, dekat Kembang Jepun.
Pria yang kini tinggal di Amerika Serikat itu menambahkan, “Dari perkampungan Jepang situlah mereka membangun satu jembatan kayu yang diwarnai merah untuk menyebrangi Kali Mas ke sawah mereka.”
Bersaman itu, menurut Tjio, orang Tiongkok asal Hokkian bersama warga Yemani datang mencari rezeki di kawasan itu. “Menjadikan Kampung Arab, Pecinan, dan Kembang Jepun di timurnya Jembatan Merah,” ucap dokter yang sudah pensiun itu.
Tjio menyebut Jembatan Merah adalah bangunan orang Jepang pada abad 17. Warna merah karena jembatan-jembatan di Jepang umumnya berwarna merah. “Orang Jepang datang ke Surabaya bersamaan orang Yemani yang memandu ke Kali Mas,” tegasnya.
Kawasan permukiman Tionghoa dan Jepang ini, menurut Tjio, sangat mirip dengan di Huian Danang, Champa. Di sana juga ada perkampungan petani Jepang dan pedagang Tanglang Hokkian, bersebrangan dengan sungai.
“Di sana Jepang membangun satu Jembatan Persahabatan yang masih bagus sampai sekarang,” katanya. (rek)