SURABAYA – Jika mendengar nama Keputran, pasti yang terlintas adalah Pasar Keputra. Padahal sejarah kampung Keputran tak sekadar Pasar Keputran. Nama kampung Keputran ternyata telah ada sejak zaman Keraton Surabaya.
Kampung Keputran menjadi tempat tinggal khusus bagi keluarga kerajaan, terutama permaisuri, selir, dan para putri raja yang masih lajang. Hal itu berdasarkan penemuan nama-nama kampung lain di Kota Surabaya yang juga diyakini saling berkaitan.
Pegiat sejarah dari Komunitas Begandring Surabaya Nanang Purwono menuturkan, Kampung Kraton, yang sekarang berada di wilayah administrasi Kelurahan Bubutan, diduga sebagai tempat kerajaan Surabaya bertempat. Kemudian di kampung yang kini disebut Kepatihan, patut diduga sebagai tempat tinggal kerabat kerajaan yang laki-laki.
“Nama Keputran sendiri diambil dari nama putri-putri Kraton yang kemudian disebut ‘Keputren’ atau kemudian berlanjut menjadi Keputran,” jelasnya.
Setelah dikenal sebagai kampung keputren di zaman Kerajaan Surabaya, saat Belanda masuk Indonesia tahun 1600, kampung Keputran menjadi kampung khusus untuk warga pribumi yang berkedudukan tinggi.
“Mereka seperti Adipati dan lain sebagainya. Sementara pejabat-pejabat Belanda dan keluarganya tinggal di sekitaran kampung Keputran, seperti di Tegalsari, Jalan Kartini, Dr Soetomo, dan sekitarnya” ujarnya.
Lokasi Keputran saat itu dianggap cukup strategis, karena berdekatan dengan sungai Kalimas yang menjadi sarana penting bagi tranaportasi sungai yang memang menjadi andalan kala itu. Karena lokasi strategia itulah akhirnya tumbuh kawasan perdagangan, yang mana penjual atau pembeli dapat dengan mudah menurunkan atau mengangkut komoditas perdagangan dengan kapal-kapal yang sandar.
“Hingga akhirnya berkembang menjadi pasar Keputran, mungkin seperti itu awal mulanya,” pungkasnya. (far/nur)