Dalam peta Kota Surabaya yang dibuat oleh Belanda tahun 1866 kawasan Srengganan memang sudah ada. Kawasan lawas ini diperkirakan sudah ada sebelum pendudukan kolonial.
Rahmat Sudrajat – Wartawan Radar Surabaya
Di tahun 1866, kawasan Srengganan sudah ada dan masuk dalam tembok kota. Namun tembok kota itu menurut Pustakawan Sejarah Chrisyandi Tri Kartika belum sepenuhnya masuk ke kawasan Srengganan, dikarenakan pembangunan tersebut tidak berguna dan memakan biaya yang besar.
“Belum masuk karena pembuatan tembok nggak jadi dilanjutkan mengingat biaya terlalu besar,” katanya kepada Radar Surabaya.
Pustakawan dari Perpustakaan Universitas Ciputra itu menambahkan, tembok kota itu rencananya melingkar dari sebelah selatan Jembatan Petekan (Ophaal Brug) melebar ke barat hingga selatan (Pesapen) terus ke selatan (Krembangan) ke timur (Srengganan) kemudian kembali menyambung ke titik awal di selatan Jembatan Petekan, Jalan Jakarta (Batavia Weg) sebelah Timur sungai Kalimas.
Tujuannya dulu sebagai pembatas warga pribumi dan melindungi berbagai sarana, prasarana, penduduk, termasuk aktivitas di dalamnya yang bisa diawasi atau diatur dengan baik. “Berdasarkan rencana desainnya seperti itu, sampai ke Srengganan, tapi dalam pembangunan atau relisasinya nggak sampai selesai sesuai rencana awal. Pendanaan yang jadi masalahnya,” paparnya.
Dirinya juga menjelaskan kawasan itu memiliki model bangunan yang lebih cenderung untuk perniaagaan. Terutama di pinggir jalan. Sedangkan yang di dalam tetap digunakan sebagai pemukiman penduduk.
“Yang pinggir jalan beda dengan yang di dalam kampung model banggunannya. Karena hampir semua model dalam foto lama pinggir jalan selalu dipakai untuk jualan atau perkantoran,” jelasnya.
Meskipun tak seterkenal kawasan Pegirian, Ampel, Kembang Jepun dan lainnya, tapi keberadaan Srengganan cukup penting sebagai kawasan penyangga kala itu. (bersambung/nur)