SURABAYA – Siapa yang tak kenal dengan Pasar Wonokromo. Satu di antara beberapa pasar di Surabaya tersebut menjadi penggerak perekonomian kota sejak masa kolonialisme Belanda. Letaknya cukup strategis karena berada di ujung selatan Surabaya.
Siapa sangka, jika Pasar Wonokromo dahulunya bernama Pasar Krempyeng. Pada 1920, Pasar Krempyeng menjual berbagai bahan-bahan kebutuhan yang langsung habis di saat itu juga. Pasar ini awalnya adalah sebuah pasar tradisional bagi masyarakat sekitar.
Perkembangan Kota Surabaya pada 1905-1950 yang melesat rupanya turut mempengaruhi Pasar Krempyeng. Pada 1955 pasar Wonokromo mulai dibangun. Pasar ini berdiri di atas lahan seluas sekitar 9.000 meter persegi.
Pegiat sejarah kota Surabaya Suhartono menuturkan, perancang Pasar Wonokromo kala itu adalah Subiono, seorang tenaga pemda KMS. Bangunan Pasar Wonokromo kala itu bergaya arsitektur khas Indische. “Sehingga pembiayaannya berasal dari pemerintahan lokal akibat bangunan yang dirancang khas,” tuturnya.
Siapa sangka, jika pada 1955 Pasar Wonokromo diresmikan oleh Presiden Soekarno. Uniknya lagi, Pasar Wonokromo menjadi salah satu pasar terbesar dan megah di kawasan Asia Tenggara. Saat ini, pasar ini berada satu komplek dengan Darmo Trade Centre (DTC).
“Sekarang keberadaan Pasar Wonokromo menjadi unik. Karena berada di dalam komplek DTC. Pasar Wonokromo sebagai pasar tradisional berada di bawah, sementara DTC sebagai pasar modern berada di atas,” ujar Suhartono. (far/nur)