25 C
Surabaya
Sunday, June 11, 2023

Menantu Miskin Dibully Mertua Sok Kaya

Usulan Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Efendy agar masyarakat yang kaya menikah dengan yang miskin, ini kok rada absurd. Bukannya syarat pernikahan bahagia itu sekufu alias setara?

Ismaul Choiriyah-Wartawan Radar Surabaya

Ini hakim lho yang ngomong, bukan ngawur. Dikhawatirkan, kalau jomplang, pengadilan makin penuh orang cerai. Sekarang saja sudah banyak. 

Bukannya apa-apa, penulis ini sudah menyaksikan sendiri bagaimana penuhnya Pengadilan Agama (PA) saban minggu. Dimana pasangan cerai baru berdatangan setiap harinya. Pemicunya, mayoritas masalah ekonomi. Kalau tidak status keluarga yang jomplang, ya pendapatannya. Lah ini malah mau disatukan. 

Marilah berkaca pada apa yang terjadi pada cerita Karin, 31. Yang di-cing, diperlakukan berbeda oleh mertuanya, hanya karena status ekonominya tidak seimbang. 

Karin hanyalah anak dari keluarga sederhana. Orang tuanya jualan soto pinggir jalan. Sementara dia adalah sales di mal. Kok ndilalah, dia ditaksir oleh Donwori, PNS, dari keluarga PNS juga. Karin sih awalnya biasa saja didekati Donwori.

Namun karena dikejar-kejar akhirnya, ia luluh juga. Menikahlah keduanya. “Gak memungkiri juga, siapa sing gak seneng dapat suami mapan. Saya dulu ya seneng,” ujarnya. 

Namun senangnya Karin hanya sementara. Malah ia jadi senep sekarang. Karena rupanya, ia tidak diterima dengan bahagia oleh mertua dan keluarga besar Donwori. Di mata mereka, Karin ini dianggap lintah. Yang sengaja menikahi Donwori untuk mengeruk uangnya. 

Baca Juga :  Ketemu Gadis Impian, Donjuan Minta Poligami, Istri Tak Merestui

Salahnya lagi, setelah menikah, Karin tinggal bersama mertua dan keluarga besar. Wes, fiks, dia jadi bahan rundungan sekeluarga besar. “Dari awal serumah iku wes gak enak, sama mertua, saya diminta berhenti kerja. Jadi ibu rumah tangga saja. Katanya malu punya mantu bukan orang kantoran. Takut pas jualan ketemu teman Mama,” tambahnya.

Itu hanya permulaan, penyiksaan makin nyata terjadi di rumah. Alih-alih diperlakukan sebagai mantu, Karin diposisikan sebagai pembantu rumah tangga. Jika dua kakak iparnya tinggal makan  selesai, Karinlah yang ditugasi untuk bantu dari masaknya sampai cuci piring.

Belum lagi tugas rumah tangga seperti ngepel, menyapu dan seterika, semua dilakukan Karin. Dia tidak bisa protes, karena sekali mulutnya mau protes, dia langsung dibungkam dengan kata-kata, “Kon iku kudu sadar diri, kon kan nek omah dewean, sementara Mbak-mbakmu kerjo, wes terimo ae! Untung jek diterimo nak kene.”

Selain dieksploitasi tenaganya, Karin juga kerap dianaktirikan. Misalnya jalan-jalan bersama, Karin pasti dikecualikan. Ditinggal sendiri di rumah. Misal beli makan, Karin juga tak dibelikan. ” Satu meja makan sama Papa-Mama ae gak pernah. Soale mereka pernah, terang-terangan ngomong gak doyan makan kalau lihat saya. Dulu saya nangis-nangis, Mbak. Sekarang sudah kuat. Sudah biasa,” lanjutnya.  

Baca Juga :  Virus Corona Datang, Istri pun Ikut Menghilang

Parahnya, Donwori, yang istilahnya dulu memungutnya, memilihnya, tidak bertanggung jawab. Sudah dibuat tinggal dengan keluarga yang tidak welcome, dia malah lepas tangan. Malah belakangan, Karin memergoki Donwori selingkuh dengan perempuan lain, yang  istilahnya juga ‘setara’. 

Dari sini, dia makin menderita. Karena tak seperti istri kebanyakan yang punya power setelah memergoki pasangannya selingkuh,dia malah jadi korban KDRT. Yang ketahuan selingkuh Donwori, tapi yang marah dia juga. ” Gak terima tertangkap basah, malah saya yang dikaploki setiap hari,” ungkap Karin. 

Parahnya lagi, si mertua ini malah berada di pihak Donwori. Dengan terang-terangan, dia mendukung perselingkuhan Donwori. Dan mendukung pasangan selingkuh tersebut menikah. Katanya, buat apa mempertahankan Karin yang tidak menguntungkan. 

Akhirnya, pertahanan Karin jebol juga. Ia menyerah manakala Donwori mengusulkan mau menikah lagi.  Dari pengalaman Karin saja, sudah ketahuan kan bagaimana menderitanya pernikahan yang jomplang. Ini tidak Karin saja, sebelum-sebelumnya juga banyak yang modelannya sama.

Bagaimana Pak Muhadjir? Serius nih mau mengusulkan pernikahan beda status. Nanti pengadilan makin penuh lho. Bukannya sebelumnya pemerintah mau menurunkan angka perceraian dengan kelas pra nikah itu. Kalau begini jadinya kan kontradiksi. (*/opi)

Usulan Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Efendy agar masyarakat yang kaya menikah dengan yang miskin, ini kok rada absurd. Bukannya syarat pernikahan bahagia itu sekufu alias setara?

Ismaul Choiriyah-Wartawan Radar Surabaya

Ini hakim lho yang ngomong, bukan ngawur. Dikhawatirkan, kalau jomplang, pengadilan makin penuh orang cerai. Sekarang saja sudah banyak. 

Bukannya apa-apa, penulis ini sudah menyaksikan sendiri bagaimana penuhnya Pengadilan Agama (PA) saban minggu. Dimana pasangan cerai baru berdatangan setiap harinya. Pemicunya, mayoritas masalah ekonomi. Kalau tidak status keluarga yang jomplang, ya pendapatannya. Lah ini malah mau disatukan. 

Marilah berkaca pada apa yang terjadi pada cerita Karin, 31. Yang di-cing, diperlakukan berbeda oleh mertuanya, hanya karena status ekonominya tidak seimbang. 

Karin hanyalah anak dari keluarga sederhana. Orang tuanya jualan soto pinggir jalan. Sementara dia adalah sales di mal. Kok ndilalah, dia ditaksir oleh Donwori, PNS, dari keluarga PNS juga. Karin sih awalnya biasa saja didekati Donwori.

Namun karena dikejar-kejar akhirnya, ia luluh juga. Menikahlah keduanya. “Gak memungkiri juga, siapa sing gak seneng dapat suami mapan. Saya dulu ya seneng,” ujarnya. 

Namun senangnya Karin hanya sementara. Malah ia jadi senep sekarang. Karena rupanya, ia tidak diterima dengan bahagia oleh mertua dan keluarga besar Donwori. Di mata mereka, Karin ini dianggap lintah. Yang sengaja menikahi Donwori untuk mengeruk uangnya. 

Baca Juga :  Donwori Dari Perlente Jadi Kere, Karin Tiap Hari Minta Cerai

Salahnya lagi, setelah menikah, Karin tinggal bersama mertua dan keluarga besar. Wes, fiks, dia jadi bahan rundungan sekeluarga besar. “Dari awal serumah iku wes gak enak, sama mertua, saya diminta berhenti kerja. Jadi ibu rumah tangga saja. Katanya malu punya mantu bukan orang kantoran. Takut pas jualan ketemu teman Mama,” tambahnya.

Itu hanya permulaan, penyiksaan makin nyata terjadi di rumah. Alih-alih diperlakukan sebagai mantu, Karin diposisikan sebagai pembantu rumah tangga. Jika dua kakak iparnya tinggal makan  selesai, Karinlah yang ditugasi untuk bantu dari masaknya sampai cuci piring.

Belum lagi tugas rumah tangga seperti ngepel, menyapu dan seterika, semua dilakukan Karin. Dia tidak bisa protes, karena sekali mulutnya mau protes, dia langsung dibungkam dengan kata-kata, “Kon iku kudu sadar diri, kon kan nek omah dewean, sementara Mbak-mbakmu kerjo, wes terimo ae! Untung jek diterimo nak kene.”

Selain dieksploitasi tenaganya, Karin juga kerap dianaktirikan. Misalnya jalan-jalan bersama, Karin pasti dikecualikan. Ditinggal sendiri di rumah. Misal beli makan, Karin juga tak dibelikan. ” Satu meja makan sama Papa-Mama ae gak pernah. Soale mereka pernah, terang-terangan ngomong gak doyan makan kalau lihat saya. Dulu saya nangis-nangis, Mbak. Sekarang sudah kuat. Sudah biasa,” lanjutnya.  

Baca Juga :  Cemburu dengan Tetangga yang Sering Ngantar Istri Belanja

Parahnya, Donwori, yang istilahnya dulu memungutnya, memilihnya, tidak bertanggung jawab. Sudah dibuat tinggal dengan keluarga yang tidak welcome, dia malah lepas tangan. Malah belakangan, Karin memergoki Donwori selingkuh dengan perempuan lain, yang  istilahnya juga ‘setara’. 

Dari sini, dia makin menderita. Karena tak seperti istri kebanyakan yang punya power setelah memergoki pasangannya selingkuh,dia malah jadi korban KDRT. Yang ketahuan selingkuh Donwori, tapi yang marah dia juga. ” Gak terima tertangkap basah, malah saya yang dikaploki setiap hari,” ungkap Karin. 

Parahnya lagi, si mertua ini malah berada di pihak Donwori. Dengan terang-terangan, dia mendukung perselingkuhan Donwori. Dan mendukung pasangan selingkuh tersebut menikah. Katanya, buat apa mempertahankan Karin yang tidak menguntungkan. 

Akhirnya, pertahanan Karin jebol juga. Ia menyerah manakala Donwori mengusulkan mau menikah lagi.  Dari pengalaman Karin saja, sudah ketahuan kan bagaimana menderitanya pernikahan yang jomplang. Ini tidak Karin saja, sebelum-sebelumnya juga banyak yang modelannya sama.

Bagaimana Pak Muhadjir? Serius nih mau mengusulkan pernikahan beda status. Nanti pengadilan makin penuh lho. Bukannya sebelumnya pemerintah mau menurunkan angka perceraian dengan kelas pra nikah itu. Kalau begini jadinya kan kontradiksi. (*/opi)

Most Read

Berita Terbaru