Bagaimanapun keadaannya, suami harus bekerja. Alasannya jelas, agar anak istri sejahtera.
TIM Wartawan Radar Surabaya
Donwori, 43, ini tampilannya saja yang garang, hatinya lemah seperti puteri. Gara-gara tak kuat diperlakukan semena-mena oleh istrinya sendiri, ia mengajak Karin, 28, bercerai.
Ketika berada di kantor pengacara dekat Pengadilan Agama (PA) Kelas 1A Surabaya, Donwori menumpahkan uneg-unegnya. Cerita penderitaan Donwori bermula dua tahun lalu.
Saat itu, baik Karin maupun Donwori sudah berstatus janda dan duda. Karin janda beranak satu, sementara Donwori duda beranak tiga. Untungnya, ia sadar diri. Tak mau membebani keluarga Karin, ia tak memboyong ketiga anaknya tinggal bersama.
Kepada Karin, awalnya Donwori memperkenalkan diri sebagai perawat di salah satu rumah sakit swasta di Surabaya. Dan memang begitulah adanya. Tak hanya itu, di malam hari, ia masih nyambi jadi administrasi di sebuah praktek dokter.
Donwori menduga, Karin menerimanya dulu karena silau dengan pekerjaan Donwori. Nahas, baru juga empat bulan menikah, kontraknya di rumah sakit swasta habis. Tidak diperpanjang oleh rumah sakitnya.
Dari sinilah, cerita pilu Donwori dimulai. Gara-gara tak lagi bekerja di rumah sakit swasta terkenal, Donwori menganggur lama. Iapun alih profesi menjadi asisten istrinya berjualan di warung.
Dan sejak itu pula, Donwori merasa diinjak-injak Karin. “Aku nggumun karo wong wedok, opo kabeh ngamukan yo, mantan bojoku ngamukan, iki (Karin) yo ngono,” keluh Donwori penuh penjiwaan.
Ia menjelaskan, temperamen Karin memang sangat tinggi. Gampang tersingung, lanjut ngamukan juga. Tidak ada satu jam pun terlewat tanpa omelan-omelan Karin. Padahal sebenarnya juga dipicu hal remeh temeh.
Usaha warung Karin memang cukup ramai. Semenjak dibantu Donwori, keduanya bagi tugas, Karin yang mengurusi bagian minuman, sementara Donwori meladeni pelanggan yang membeli nasi. Donwori pun tak kuasa untuk tidak menggambarkan betapa tersiksanya selama ini.
“Umpomo yo mbak, onok sing tuku, duwite gede, bojoku ngamuk-ngamuk, sing diseneni aku. Onok sing takon panganan iki jenenge opo, aku gak ngerti kabeh seh, tak takokno dek’e (Karin, Red) aku diamuk. Maneh, aku bungkus nasi, bentuke gak pener, aku diamuk,” curhat Donwori, menumpahkan penderitaannya selama ini.
Belum puas, Donwori sambat lagi. “Umpomo, aku nganggur, bojoku ketok repot gawe ngombe, tak ewangi motong buahe, aku diamuk, jare tanganku kotor. Aku ngewangi ngadahi es batu, diamuk maneh, jare garai rusuh. Pas tak pel, diamuk maneh, jare tambah ngratakne reget, pokoke salah tok,” lanjut Donwori.
Sikap temperamen Karin ini, sebenarnya sudah ia tahan lama. Hanya saja tak pernah ia sampaikan gara-gara masih cinta. Lagi pula, anaknya bersama Karin masih bayi, ia eman juga mau ninggal. Ya meskipun sebenarnya, kalau dipikir-pikir, kehadiran Donwori tak membantu banyak. “Aku iki ibarat pegawaine, tapi gak dibayar, diseneni terus, hasil jualan sing pegang ya dia,” keluh Donwori.
Sempat, Radar Surabaya bertanya, kalau memang sudah tak tahan diperlakukan begitu, kenapa tidak keluar cari kerjaan baru. Namun jawaban pesimistis dilontarkan Donwori. “Angel mbak golek kerjo, enak nek omah ngewangi bojo,” pungkas pria asal Kenjeran Surabaya ini. (*/opi)