26 C
Surabaya
Sunday, June 11, 2023

Masjid Al Hidayah Gedangan Pernah Akan Dihancurkan Belanda

Tak banyak yang mengetahui Masjid Al Hidayah merupakan salah satu masjid tertua di Sidoarjo. Masjid yang terletak di Jalan Ahmad Yani Kecamatan Gedangan kini arsitektur sudah modern. Awalnya masjid yang berdiri di atas lahan 1000 meter ini berbentuk bangunan joglo. 

MUS PURMADANI

Wartawan Radar Sidoarjo

SATU-SATUNYA yang masih menjadi bukti sejarah adalah menara masjid tersebut. “Di tembok menara tersebut masih banyak bekas peluru. Dulunya masjid ini pernah akan dihancurkan oleh Belanda. Tetapi tiba-tiba meriamnya mati,” ujar Abah Dayat, Ketua Takmir Masjid Al Hidayah.

Ia menuturkan masjid ini didirikan oleh Kiai Kanjeng Jimat dan Kiai Hasan Mukmin sekitar tahun 1907. Tak heran jika nama jalan di samping kanan kiri masjid tersebut mencantumkan kedua nama itu.

Baca Juga :  Empat Pentolan LSM Ganass Segera Disidang

Dari data yang diperoleh, Kiai Hasan Mukmin yang merupakan putra seorang ulama di Jogjakarta yang menjadi guru tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah di Gedangan dan sekitarnya. KH Mukmin merupakan pimpinan pertempuran melawan pasukan pemerintah Hindia Belanda.

Selain itu, tanda jika masjid itu sudah berusia tua, salah satunya adanya sejumlah makam tua, yang ada di kompleks masjid. Makam itu, di antaranya makam pejabat zaman dahulu, yakni makam Bupati Residen Surabaya R Djoko Soekarno Prawiro Amiprojo, makam Wedono Gedangan R Prawiro Adimedjo.

Semula bangunan masjid ini khas seperti bangunan kuno pada masanya yakni berbentuk joglo. Namun renovasi bangunan mulai dilakukan sekitar pada tahun 1980 dan 1981. Ketika itu renovasi hanya melakukan perluasan akibat semakin meningkatnya jamaah yang hadir. 

Baca Juga :  Gelar Webinar di HUT I, JMSI Optimis Jadi Konstituen Dewan Pers

Tetapi pada tahun 1998 hingga 2000, ada perubahan pada kubah masjid karena bangunannya sudah rapuh. Lalu perubahan secara total dilakukan pada tahun tahun 2009 hingga tahun 2010 dilakukan karena bangunan yang sudah tua dan rentan ambruk.

Meski demikian, tradisi khas pesantren masih terlihat jelas di masjid ini. Menurut Abah Dayat, setiap sebulan sekali, setiap Sabtu Pon dilakukan khataman. Selain itu setiap sabtu dan minggu juga digelar ngaji kitab kuning. “Ini merupakan tradisi turun temurun,” katanya. (*/jee)

Tak banyak yang mengetahui Masjid Al Hidayah merupakan salah satu masjid tertua di Sidoarjo. Masjid yang terletak di Jalan Ahmad Yani Kecamatan Gedangan kini arsitektur sudah modern. Awalnya masjid yang berdiri di atas lahan 1000 meter ini berbentuk bangunan joglo. 

MUS PURMADANI

Wartawan Radar Sidoarjo

SATU-SATUNYA yang masih menjadi bukti sejarah adalah menara masjid tersebut. “Di tembok menara tersebut masih banyak bekas peluru. Dulunya masjid ini pernah akan dihancurkan oleh Belanda. Tetapi tiba-tiba meriamnya mati,” ujar Abah Dayat, Ketua Takmir Masjid Al Hidayah.

Ia menuturkan masjid ini didirikan oleh Kiai Kanjeng Jimat dan Kiai Hasan Mukmin sekitar tahun 1907. Tak heran jika nama jalan di samping kanan kiri masjid tersebut mencantumkan kedua nama itu.

Baca Juga :  Empat Pentolan LSM Ganass Segera Disidang

Dari data yang diperoleh, Kiai Hasan Mukmin yang merupakan putra seorang ulama di Jogjakarta yang menjadi guru tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah di Gedangan dan sekitarnya. KH Mukmin merupakan pimpinan pertempuran melawan pasukan pemerintah Hindia Belanda.

Selain itu, tanda jika masjid itu sudah berusia tua, salah satunya adanya sejumlah makam tua, yang ada di kompleks masjid. Makam itu, di antaranya makam pejabat zaman dahulu, yakni makam Bupati Residen Surabaya R Djoko Soekarno Prawiro Amiprojo, makam Wedono Gedangan R Prawiro Adimedjo.

Semula bangunan masjid ini khas seperti bangunan kuno pada masanya yakni berbentuk joglo. Namun renovasi bangunan mulai dilakukan sekitar pada tahun 1980 dan 1981. Ketika itu renovasi hanya melakukan perluasan akibat semakin meningkatnya jamaah yang hadir. 

Baca Juga :  Gelar Webinar di HUT I, JMSI Optimis Jadi Konstituen Dewan Pers

Tetapi pada tahun 1998 hingga 2000, ada perubahan pada kubah masjid karena bangunannya sudah rapuh. Lalu perubahan secara total dilakukan pada tahun tahun 2009 hingga tahun 2010 dilakukan karena bangunan yang sudah tua dan rentan ambruk.

Meski demikian, tradisi khas pesantren masih terlihat jelas di masjid ini. Menurut Abah Dayat, setiap sebulan sekali, setiap Sabtu Pon dilakukan khataman. Selain itu setiap sabtu dan minggu juga digelar ngaji kitab kuning. “Ini merupakan tradisi turun temurun,” katanya. (*/jee)

Most Read

Berita Terbaru