SURABAYA – Surabaya Walking Tour memiliki cara unik untuk mengedukasi penggiat sejarah. Dengan menggandeng Komunitas Mata Hati, para tuna netra diajak untuk menjadi pemandu wisata sejarah Kota Surabaya sebagai wadah berkarya bagi mereka.
Pendiri Surabaya Walking Tour, Ady Setyawan menuturkan, kegiatan ini menjadi potensi yang bisa dikembangkan untuk pengangkatan sejarah Kota Surabaya yang jarang diketahui dan juga membantu teman-teman disabilitas dalam berkompetisi di kehidupan sehari-hari. Ady Setyawan beranggapan bahwa orang disabilitas bisa bersaing salah satunya dengan menjadi pemandu.
“Saya melihat ini potensi yang bisa dikembangkan baik itu mengangkat secara kota dan dikembangkan dari sisi teman-teman disabilitas sendiri. Ini sebenarnya bisa teman-teman disabilitas berkarya lewat jalan ini menjadi guide, bahwa disabilitas itu bisa jadi guide,” ujar Ady dalam wawancara seusai kegiatan di Jalan Tunjungan, Minggu (13/11).
Kegiatan tur diawali dari depan Hotel Majapahit di Jalan Tunjungan hingga Kantor PT PLN di Jalan Gemblongan. Pada sesi penjelasan sejarah, para tuna netra ini dengan lancar menjelaskan mengenai bangunan-bangunan peninggalan masa kolonial, latar belakang dan situasi sekarang.
Dani, sebagai Ketua Komunitas Mata Hati mengaku senang bisa belajar sejarah dan menjadikan pengalaman baru untuk dirinya bisa berinteraksi dengan orang-orang secara langsung di konteks yang berbeda yaitu menjadi pemandu sejarah.
“Senang bisa interaksi langsung dengan teman-teman baru. Kalau musik biasa ya, karena sebagian besar kita manggung main musik. Tapi, kalau seperti tadi ya bercerita itu yang pertama bagi saya,” kata Dani.
Humas Komunitas Mata Hati, Eka Sosialita mengatakan, teman-teman Mata Hati berkolaborasi dengan komunitas sejarah untuk menunjukkan keinklusifan bahwa inklusif itu ada dan bisa dinikmati oleh siapa saja. Eka pun senang teman-teman Mata Hati dapat berpartisipasi dalam masyarakat
“Jadi sebenarnya teman-teman Mata Hati berkolaborasi dengan Surabaya Walking Tour untuk menunjukkan inklusif itu ada dan bisa terjadi antara disabilitas dan non disabilitas dan siapapun bisa menikmatinya,” kata Eka. (mg1/jay)