Sejak kecil Avika begitu mengagumi sosok sang ayah, Suparman. Menurut anak kedua dari tiga bersaudara itu, dukungan (ganti kelamin) pertama justru datang dari sang ayah yang sempat memberikan pesan terakhir sebelum meninggal.
Almarhum merestui keinginan Avika untuk menjalani operasi ganti kelamin.’’Setelah ayah meninggal, gantian mama yang semangat kasih dukungan,’’ ujarnya.
Bahkan, sang ibulah yang beberapa kali menyemangati ketika Avika tiba-tiba down dan ragu-ragu. ’’Mereka (orang tua, Red) mikir gimana ke depannya aku. Daripada hidup nggak jelas, lebih baik operasi,’’ ungkapnya.
Lantas, berapa biaya yang dihabiskan Avika untuk menjalani operasi ganti kelamin itu? Dia tampak enggan menyebutkan nominal yang sudah dihabiskannya. Menurut dia, semua yang sudah dikeluarkan sebanding dengan yang didapat saat ini.
Bukan hanya operasi, Avika juga ’’menyempurnakan’’ penampilannya dengan melakukan terapi suntik hormon. ’’Iya, memang ada terapi untuk suntik hormon,’’ jelasnya.
Ayah dan ibu Avika, rupanya, sudah lama menyadari bahwa anak laki-lakinya itu tidak nyaman dengan kondisi fisiknya. Avika kali pertama menceritakan keinginannya berganti kelamin itu kepada beberapa teman dan kerabat dekatnya sekitar dua tahun lalu.
Saat itu, dia mendapat banyak tentangan serta penolakan, bahkan sempat dicap tidak waras. Avika mulai merasakan adanya ketidakberesan dalam dirinya sejak kelas 2 SMP. Dia merasa lebih nyaman menjadi seorang perempuan daripada wujud fisiknya yang laki-laki kala itu.
Namun, saat itu, dia belum berani terang-terangan karena di sekolah harus tetap mengenakan seragam laki-laki sampai SMA. Dia baru berani membuat ’’kejutan’’ saat acara perpisahan kelulusan SMA pada 2011 dengan memilih mengenakan kebaya dan riasan layaknya teman-teman perempuan di sekolah.
’’Banyak yang terkejut. Tetapi, saya malah dapat penghargaan busana terbaik di acara itu,’’ kenang saudara kandung Agus Bastomi dan Abrelia Tri Warisman tersebut.
Selepas SMA, Avika menjadi lebih leluasa menunjukkan ’’jati diri’’-nya. Apalagi, setelah meneruskan kuliah D-3 di jurusan Food and Beverage Product spesialisasi hot kitchen di Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo Jogjakarta.
Penghobi memasak dan tata rias tersebut merasa memiliki lingkungan yang lebih mendukung. ’’Di luar kuliah, saya biasa ikut pemotretan dan jadi model tata rias di Jogja,’’ ujarnya. (dilengkapi Zahra Firdausiah)