Masalah ekonomi menjadi penyebab utama perempuan mengajukan gugatan. Kata seorang pengacara, kasus seperti ini biasanya diajukan oleh ibu rumah tangga tulen yang hanya mengandalkan pemasukan dari suami.
Tim Wartawan Radar Surabaya
Salah satunya ya terjadi pada perempuan muda usia 26 tahun bernama Karin. Ia menggugat cerai, Donwori, 27, suaminya, karena sudah habis kesabaran. Ya masa, dua tahun menikah tidak pernah memberikan nafkah lahir. “Cuma ngasih nafkah batin saja, ya pegel Mas,” celetuknya saat berada di kantor pengacara, dekat Pengadilan Agama (PA) Klas 1A Surabaya, belum lama ini.
Perempuan asal Pucang Anom Surabaya ini bercerita, dulu, ketika pacaran, suaminya tidak semalas sekarang ini. Wong keduanya ketemu gara-gara sama-sama satu kerjaan di sebuah rumah makan.
Namun herannya, setelah menikah, semangat Donwori untuk bekerja pasang surut. Banyak surutnya sih ketimbang pasangnya. Salah satunya karena Covid-19 yang membuat restorannya sepi pembeli, bahkan sempat tutup beberapa bulan.
Karin mengatakan, Donwori ini bukannya tidak memberinya nafkah sama sekali. Namun ia memberi hanya pas ada. Padahal, dia banyak tidak adanya ketimbang ada. Lha gimana ya. Ketika restoran tutup, Donwori hanya pekerja serabutan yang kerjanya nunggu panggilan.
“Masa aku hidup harus menggantungkan diri dari gaji tenaga survei lapangan yang ramainya hanya pada musim coblosan itu. Apalagi coblosannya masih lama,” kata Karin kesal.
Benar sih, gaji seorang surveyor ada yang lumayan juga. Namun tetap saja teramat kurang. Dimana, hanya di bulan tertentu saja para tukang survei ini dapat job. Sementara di bulan-bulan normal, uang juga harus tetap masuk demi dapur yang tetap mengepul, tubuh yang selalu wangi dan rumah yang semakin bagus. Sayangnya, untuk urusan-urusan seperti ini, Donwori tidak peka orangnya.
“Lalu dari mana uang untuk menopang hidup selama ini Mbak? “ tanya saya. “Ya ada saja Mas, aku muter otak tiap hari biar bisa tetap makan,” jawab Karin singkat.
Di awal-awal pernikahan sih, Karin bisa bertahan karena uang pesangonnya dulu. Setelah simpanannya habis, ia jual perhiasan, ngutang sana sini, ngempet beli ini dan itu dan akhirnya karena prihatin, ia kerap mendapat sokongan dari orang tua. Pokoknya yaapa carane agar tetap bisa hidup. “Sampek isin aku Mas, wes punya suami kok tetap nerima pemberian orang tua. Tapi jujur aku gak bisa nolak karena sebenarnya ya aku butuh banget,” katanya pasrah.
Lalu, kenapa baru minta cerainya sekarang, padahal sudah digantung( nasib kesejahteraannya) bertahun-tahun? Ternyata jawabannya: hanya Tuhan lah yang tahu. Wong Karin sendiri juga heran kenapa bisa betah. “Ya mungkin kerena sekarang sudah tidak cinta. Dulu mau bertahan karena masih cinta,” pungkasnya singkat. (*/opi)