SURABAYA-Hasil rekapitulasi suara Pilwali Surabaya memunculkan sejumlah catatan untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya. Salah satunya tingginya angka golput dan surat suara tidak sah naik.
Ketua KPU Kota Surabaya Nur Syamsi mengaku pihaknya sudah berupaya melakukan sosialisasi dengan banyak pihak mendorong agar masyarakat menggunakan hak pilihnya. Namun, nyatanya saat coblosan pada 9 Desember lalu angka golput sama dengan tahun sebelumnya.
“Kita flasback tahun 2015, dalam kondisi normal partisipasi hanya 52 persen. Sekarang pilkada 2020 di tengah pandemi juga hanya 52 persen,” ungkapnya, kemarin.
Syamsi tidak mengetahui penyebab masih adanya golput. Padahal, pihaknya sudah melakukan upaya sosialisasi tidak hanya secara konvensional saja, tapi juga dengan cara kreatif. “Tapi tetap saja partisipasi di 2020 tidak berubah secara signifikan,” katanya.
Selain itu, jumlah surat suara yang tak sah naik signifikan dibandingkan dengan Pilwali 2015. Pada coblosan 9 Desember, ada 49.135 surat suara tak sah, sedangkan pada 2015 ada 18.736 surat suara tak sah. Kenaikannya lebih dua kali lipat.
Komisioner Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan SDM KPU Surabaya Subairi mengakui tingginya surat suara tidak sah. Namun, pihaknya belum memiliki acuan tentang bertambahnya surat suara yang tidak sah. “Masih kami teliti,” katanya.
Dari pengalaman di TPS, tidak sedikit surat suara dicoblos di luar ketentuan, misalnya, dicoblos dua kali pada dua gambar paslon sekaligus. Selain itu, ada juga surat suara robek.
Subairi mengaku sudah jauh hari menyosialisasikan tata cara pencoblosan agar surat suara itu sah. “Penyampaian sosialisasi dilakukan berkali-kali. Oleh karena itu, tingginya surat suara tidak sah menjadi catatan kami,” pungkasnya. (rmt/rek)