30.5 C
Surabaya
Thursday, March 23, 2023

Kejagung Sebut Kasus Penganiayaan David Tak Penuhi Syarat Restorative Justice

JAKARTA – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora Latumahina tidak memenuhi syarat untuk diselesaikan lewat mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice.

“Hal ini dikarenakan ancaman hukuman pidana penjara melebihi batas yang telah diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020,” kata Ketut dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (18/3).

Menurut Ketut, tersangka Mario Dandy Satrio (MDS) dan Shane Lukas (SLRL) tidak layak mendapatkan restorative justice karena perbuatan penganiayaan yang dilakukannya diancam hukuman melebihi aturan restorative justice yang diterbitkan oleh Jaksa Agung.

Selain itu, perbuatan kedua tersangka dianggap keji dan berdampak luas di masyarakat. “Perbuatan yang dilakukan oleh tersangka sangat keji dan berdampak luas baik di media maupun masyarakat, sehingga perlu adanya tindakan dan hukuman tegas bagi para pelaku,” kata Ketut.

Baca Juga :  Presiden Joko Widodo Yakin Kerja Sama Indonesia-Malaysia Semakin Kuat

Sementara itu, untuk AG yang ditetapkan sebagai pelaku anak yang berkonflik dengan hukum, Ketut menjelaskan undang-undang tentang sistem peradilan pidana anak mewajibkan aparat penegak hukum agar setiap jenjang penanganan perkara pelaku anak, untuk melakukan upaya-upaya damai dalam rangka menjaga masa depan anak yang berkonflik dengan hukum yakni diversi bukan restorative justice

Meski demikian, diversi hanya bisa dilaksanakan apabila ada perdamaian dan pemberian maaf dari korban dan keluarganya. “Bila tidak ada kata maaf, maka perkara pelaku anak harus dilanjutkan sampai pengadilan,” ungkap Ketut.

Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menutup peluang keadilan restoratif bagi tersangka Mario Dandy Satriyo (20) dan Shane Lukas (19) pelaku penganiayaan terhadap David Ozora (17).

Baca Juga :  Khofifah: Pendidikan Penting untuk Menekan Ideologi Radikalisme

Peluang ini tertutup mengingat kondisi korban masih belum sadarkan diri maka ancaman hukuman lebih dari batas maksimal keadilan restoratif. Terlebih, penuntut umum bisa memberikan hukuman yang berat atas perbuatan keji yang telah dilakukan.

Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Ade Sofyan dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Jumat (17/3), mengatakan keadilan restoratif baru bisa terwujud jika korban atau keluarga memberikan maaf kepada tersangka. Namun jika tidak ada maka keadilan restoratif tidak bisa dilaksanakan.

Kendati demikian, Kejati DKI Jakarta memberikan peluang diversi kepada AG (15), anak yang berkonflik untuk mempertimbangkan masa depan anak sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak. Lantaran perbuatan yang dilakukan AG tidak secara langsung melakukan kekerasan terhadap korban, namun upaya damai tentu kembali kepada keputusan korban maupun keluarga. (jpc/ant/jay)

JAKARTA – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora Latumahina tidak memenuhi syarat untuk diselesaikan lewat mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice.

“Hal ini dikarenakan ancaman hukuman pidana penjara melebihi batas yang telah diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020,” kata Ketut dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (18/3).

Menurut Ketut, tersangka Mario Dandy Satrio (MDS) dan Shane Lukas (SLRL) tidak layak mendapatkan restorative justice karena perbuatan penganiayaan yang dilakukannya diancam hukuman melebihi aturan restorative justice yang diterbitkan oleh Jaksa Agung.

Selain itu, perbuatan kedua tersangka dianggap keji dan berdampak luas di masyarakat. “Perbuatan yang dilakukan oleh tersangka sangat keji dan berdampak luas baik di media maupun masyarakat, sehingga perlu adanya tindakan dan hukuman tegas bagi para pelaku,” kata Ketut.

Baca Juga :  KY Terima 94 Pendaftar Calon Hakim Agung dan 15 Calon Hakim Ad Hoc HAM

Sementara itu, untuk AG yang ditetapkan sebagai pelaku anak yang berkonflik dengan hukum, Ketut menjelaskan undang-undang tentang sistem peradilan pidana anak mewajibkan aparat penegak hukum agar setiap jenjang penanganan perkara pelaku anak, untuk melakukan upaya-upaya damai dalam rangka menjaga masa depan anak yang berkonflik dengan hukum yakni diversi bukan restorative justice

Meski demikian, diversi hanya bisa dilaksanakan apabila ada perdamaian dan pemberian maaf dari korban dan keluarganya. “Bila tidak ada kata maaf, maka perkara pelaku anak harus dilanjutkan sampai pengadilan,” ungkap Ketut.

Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menutup peluang keadilan restoratif bagi tersangka Mario Dandy Satriyo (20) dan Shane Lukas (19) pelaku penganiayaan terhadap David Ozora (17).

Baca Juga :  11 Mobil Laka Beruntun di Tol Pejagan, Putra Jamintel Dikabarkan Tewas

Peluang ini tertutup mengingat kondisi korban masih belum sadarkan diri maka ancaman hukuman lebih dari batas maksimal keadilan restoratif. Terlebih, penuntut umum bisa memberikan hukuman yang berat atas perbuatan keji yang telah dilakukan.

Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Ade Sofyan dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Jumat (17/3), mengatakan keadilan restoratif baru bisa terwujud jika korban atau keluarga memberikan maaf kepada tersangka. Namun jika tidak ada maka keadilan restoratif tidak bisa dilaksanakan.

Kendati demikian, Kejati DKI Jakarta memberikan peluang diversi kepada AG (15), anak yang berkonflik untuk mempertimbangkan masa depan anak sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak. Lantaran perbuatan yang dilakukan AG tidak secara langsung melakukan kekerasan terhadap korban, namun upaya damai tentu kembali kepada keputusan korban maupun keluarga. (jpc/ant/jay)

Most Read

Berita Terbaru