28.3 C
Surabaya
Thursday, June 8, 2023

APJII Desak Pembangunan Jaringan Telekomunikasi di 3T Kembali ke UU 26/1999

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan BTS USO BAKTI Kominfo. Seluruh pihak yang diduga mengetahui adanya tindak pidana ini terus dipanggil Kejagung.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif, menyayangkan terjadinya dugaan tindak pidana dalam proyek pembangunan BTS yang melibatkan BAKTI Kominfo. Padahal, tujuan pembentukan BAKTI Kominfo adalah merencanakan dan melakukan percepatan penyediaan layanan telekomunikasi di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

“APJII berharap Kejagung dapat mengusut tuntas dugaan tindak pidana ini. Sebab apa yang dilakukan management BAKTI Kominfo ini mencederai rasa keadilan masyarakat Indonesia. Khususnya di daerah 3T. Kami berharap penyalahgunaan dana masyarakat dalam proyek pembangunan jaringan telekomunikasi ini merupakan yang terakhir dan praktik korupsi pembangunan jaringan telekomunikasi bagi masyarakat di 3T tak terjadi lagi di kemudian hari,” kata Arif.

Dalam UU 36 Tahun 1999 pasal 16 ayat 1 dijelaskan, setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal. Di ayat 2 dijelaskan kontribusi pelayanan universal tersebut berupa penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau kompensasi lain.

Selanjutnya di dalam PP 52 Tahun 2000 pasal 26, disebutkan bahwa Kewajiban Pelayanan Universal dapat berupa penyediaan jaringan dan atau jasa telekomunikasi, kontribusi dalam bentuk komponen biaya interkoneksi, atau kontribusi lainnya.

Baca Juga :  KPU Coklit 23 Ribu Penghuni Lapas

“Selama ini Kominfo memfokuskan kewajiban pelayanan universal pada bentuk kompensasi lainnya yaitu berupa dana USO sebesar 1,25% dari pendapatan kotor operator. Padahal filosofi di UU Telekomunikasi adalah memberikan penyediaan jaringan dan atau jasa telekomunikasi. Oleh karena itu, jika arah kebijakan berubah dan operator diminta menghidupkan layanan telekomunikasi di daerah USO, maka APJII siap membantu Pemerintah untuk mewujudkan kesetaraan akses digital di Indonesia,” kata Arif.

Presiden Jokowi dapat mempertimbangkan skema pendanaan dan pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah 3T. Ada baiknya, pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah 3T dikembalikan pada filosofi UU 36 Tahun 1999.

Tujuannya, daripada disalahgunakan, lebih baik operator ditugaskan membangun langsung di daerah 3T lalu diperhitungkan sebagai kontribusi pelayanan universal penyediaan jaringan dan atau jasa telekomunikasi karena masih banyak daerah di Indonesia yang membutuhkan layanan telekomunikasi.

“Oleh karena itu APJII meminta agar Pemerintahan Presiden Joko Widodo dapat meredefinisi ulang kriteria daerah dan skema pembangunannya tujuannya agar pembangunan dapat dilaksanakan seefektif mungkin,” ungkap Arif.

Berdasarkan data Kominfo masih ada 12.548 desa di Indonesia yang belum mendapatkan layanan Telekomunikasi. Dari jumlah tersebut, 9.113 desa berada di daerah terdepan, tertinggal dan terluar (3T). Sisanya 3.435 merupakan desa non 3T yang tidak komersial.

Baca Juga :  Rebutan Lahan Parkir, Dikeroyok dan Dianiaya sampai Bocor Kepalanya

Dengan masih banyaknya daerah yang belum mendapatkan akses ke internet. APJII mendesak Pemerintah melakukan terobosan dalam membangun jaringan telekomunikasi di daerah 3T.

Dalam memberikan layanan di daerah 3T, menurut Arif, pendekatan yang paling utama adalah jangkauan atau pemerataan akses internet terlebih dahulu. Setelah pemerataan terjadi, target bandwidth yang dapat direncanakan berada pada level basic dengan kisaran bandwidth 3 sampai 8 Mbps per user atau 12 sampai 25 Mbps per keluarga baru direalisasikan. Di internal APJII dikenal dengan istilah coverage over quality.

Selain itu agar pembangunan yang dilakukan BAKTI Kominfo dikemudian hari tepat sasaran dan transparan, Arif meminta agar ketika melakukan perencanaan dan pembangunan jaringan telekomunikasi, seluruh pemangku kepentingan dilibatkan. Arif melihat selama ini pembangunan dan transparansi progress capaian pembangunan BTS yang dilakukan BAKTI Kominfo tak dilakukan.

“Karena seluruh penyelenggara jasa telekomunikasi memberikan sumbangan USO, kedepannya APJII secara intens dapat dilibatkan dalam perencanaan dan pembangunannya bersama stakeholder yang lain. Memang BAKTI Kominfo memiliki dewan pengawas. Namun dengan adanya kasus korupsi ini kami mempertanyakan tugas dan fungsi mereka selama ini yang berasal dari Kominfo dan Kemenkeu. Kedepannya seluruh pemangku kepentingan dapat dapat dilibatkan secara aktif. Dan progres pembangunan diumumkan secara berkala kepada publik,” pungkas Arif. (*/jay)

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan BTS USO BAKTI Kominfo. Seluruh pihak yang diduga mengetahui adanya tindak pidana ini terus dipanggil Kejagung.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif, menyayangkan terjadinya dugaan tindak pidana dalam proyek pembangunan BTS yang melibatkan BAKTI Kominfo. Padahal, tujuan pembentukan BAKTI Kominfo adalah merencanakan dan melakukan percepatan penyediaan layanan telekomunikasi di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

“APJII berharap Kejagung dapat mengusut tuntas dugaan tindak pidana ini. Sebab apa yang dilakukan management BAKTI Kominfo ini mencederai rasa keadilan masyarakat Indonesia. Khususnya di daerah 3T. Kami berharap penyalahgunaan dana masyarakat dalam proyek pembangunan jaringan telekomunikasi ini merupakan yang terakhir dan praktik korupsi pembangunan jaringan telekomunikasi bagi masyarakat di 3T tak terjadi lagi di kemudian hari,” kata Arif.

Dalam UU 36 Tahun 1999 pasal 16 ayat 1 dijelaskan, setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal. Di ayat 2 dijelaskan kontribusi pelayanan universal tersebut berupa penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau kompensasi lain.

Selanjutnya di dalam PP 52 Tahun 2000 pasal 26, disebutkan bahwa Kewajiban Pelayanan Universal dapat berupa penyediaan jaringan dan atau jasa telekomunikasi, kontribusi dalam bentuk komponen biaya interkoneksi, atau kontribusi lainnya.

Baca Juga :  Menkominfo Johnny G. Plate Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Korupsi BTS

“Selama ini Kominfo memfokuskan kewajiban pelayanan universal pada bentuk kompensasi lainnya yaitu berupa dana USO sebesar 1,25% dari pendapatan kotor operator. Padahal filosofi di UU Telekomunikasi adalah memberikan penyediaan jaringan dan atau jasa telekomunikasi. Oleh karena itu, jika arah kebijakan berubah dan operator diminta menghidupkan layanan telekomunikasi di daerah USO, maka APJII siap membantu Pemerintah untuk mewujudkan kesetaraan akses digital di Indonesia,” kata Arif.

Presiden Jokowi dapat mempertimbangkan skema pendanaan dan pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah 3T. Ada baiknya, pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah 3T dikembalikan pada filosofi UU 36 Tahun 1999.

Tujuannya, daripada disalahgunakan, lebih baik operator ditugaskan membangun langsung di daerah 3T lalu diperhitungkan sebagai kontribusi pelayanan universal penyediaan jaringan dan atau jasa telekomunikasi karena masih banyak daerah di Indonesia yang membutuhkan layanan telekomunikasi.

“Oleh karena itu APJII meminta agar Pemerintahan Presiden Joko Widodo dapat meredefinisi ulang kriteria daerah dan skema pembangunannya tujuannya agar pembangunan dapat dilaksanakan seefektif mungkin,” ungkap Arif.

Berdasarkan data Kominfo masih ada 12.548 desa di Indonesia yang belum mendapatkan layanan Telekomunikasi. Dari jumlah tersebut, 9.113 desa berada di daerah terdepan, tertinggal dan terluar (3T). Sisanya 3.435 merupakan desa non 3T yang tidak komersial.

Baca Juga :  Indeks Kebebasan Pers Jatim Terendah Ketiga Nasional di Bawah Papua

Dengan masih banyaknya daerah yang belum mendapatkan akses ke internet. APJII mendesak Pemerintah melakukan terobosan dalam membangun jaringan telekomunikasi di daerah 3T.

Dalam memberikan layanan di daerah 3T, menurut Arif, pendekatan yang paling utama adalah jangkauan atau pemerataan akses internet terlebih dahulu. Setelah pemerataan terjadi, target bandwidth yang dapat direncanakan berada pada level basic dengan kisaran bandwidth 3 sampai 8 Mbps per user atau 12 sampai 25 Mbps per keluarga baru direalisasikan. Di internal APJII dikenal dengan istilah coverage over quality.

Selain itu agar pembangunan yang dilakukan BAKTI Kominfo dikemudian hari tepat sasaran dan transparan, Arif meminta agar ketika melakukan perencanaan dan pembangunan jaringan telekomunikasi, seluruh pemangku kepentingan dilibatkan. Arif melihat selama ini pembangunan dan transparansi progress capaian pembangunan BTS yang dilakukan BAKTI Kominfo tak dilakukan.

“Karena seluruh penyelenggara jasa telekomunikasi memberikan sumbangan USO, kedepannya APJII secara intens dapat dilibatkan dalam perencanaan dan pembangunannya bersama stakeholder yang lain. Memang BAKTI Kominfo memiliki dewan pengawas. Namun dengan adanya kasus korupsi ini kami mempertanyakan tugas dan fungsi mereka selama ini yang berasal dari Kominfo dan Kemenkeu. Kedepannya seluruh pemangku kepentingan dapat dapat dilibatkan secara aktif. Dan progres pembangunan diumumkan secara berkala kepada publik,” pungkas Arif. (*/jay)

Most Read

Berita Terbaru