29 C
Surabaya
Thursday, March 30, 2023

Surat Suara Dikasih No Urut, TPS 46 Kedurus Harus Coblosan Ulang

SURABAYA – Pilkada serentak telah dilaksanakan di 19 kabupaten/kota se-Jawa Timur. Namun, ada dua tempat pemungutan suara (TPS) yang akan menggelar pemungutan suara ulang (PSU).

Ketua KPU Jawa Timur Choirul Anam mengungkapkan, ada dua TPS yang akan menggelar pencoblosan ulang. Yakni, satu TPS di Kota Surabaya dan satu TPS di Kabupaten Malang. “PSU di Kabupaten Malang di TPS 3 Desa Purwodadi, Kecamatan Donomulyo digelar 12 Desember. Sedangkan di Kota Surabaya, TPS 46 di Kelurahan Kedurus, Kecamatan Karang Pilang, 13 Desember,” ujar Choirul Anam di Surabaya, Kamis (10/12).

Menurut dia, PSU di Surabaya karena kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) memberikan penandaan (nomor urut) pada surat suara. Hal ini tidak menjamin asas kerahasiaan pemilih.

“Dari proses klarifikasi yang dilakukan oleh KPU Surabaya terhadap petugas KPPS, penandaan dengan memberikan nomor urut pada surat suara bukan dimaksudkan untuk hal yang melanggar regulasi. Melainkan untuk memudahkan dalam proses penghitungan surat suara saat pelaksanaan proses penghitungan,” jelasnya.

Sedangkan di Kabupaten Malang, lanjut Anam, karena ada dua orang lebih yang tidak ada dalam daftar pemilih tetap (DPT). Juga bukan pemilih yang memiliki KTP setempat dan dilayani oleh KPPS. “Untuk pelanggaran di Kabupaten Malang, KPPS menyatakan hanya ingin memfasilitasi pemilih yang datang ke TPS tanpa bermaksud melakukan pelanggaran.

Baca Juga :  Pakde Karwo: Mantan Birokrat Lebih Pengalaman dan Populer

Hal ini terjadi karena kekurangpahaman KPPS dalam memahami jenis-jenis pemilih. Ini mengakibatkan lolosnya pemilih yang tidak memiliki hak untuk menggunakan hak pilihnya di TPS tersebut,” paparnya.

Anam mengatakan, apa pun keterangan KPPS, keputusannya tetap. Ini karena hal tersebut sudah melanggar regulasi. “Jadi, KPU memutuskan untuk PSU,” tegasnya.

Sementara itu,  Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Jatim mencatat beberapa temuan di 14 kabupaten/kota di Jatim yang menggelar pilkada serentak. Temuan tersebut akan djadikan masukan kepada KPU, Bawaslu, DKPP, hingga DPR RI. “Misalnya, semua jajaran KPPS di Kabupaten Kediri menolak kehadiran saksi kotak kosong. Nah, di Kediri hanya ada satu paslon yang berlaga melawan kotak kosong,” ujar Direktur Eksekutif JaDI Jatim Dewita Hayu Shinta.

Menurut dia, sejauh ini tidak ada regulasi yang mengatur tentang kampanye serta saksi bagi kotak kosong. Padahal, kotak kosong sebenarnya juga merupakan representasi pemilih yang tidak ingin memberikan suaranya pada pasangan calon (paslon) lain. “Ini akan menjadi bahan diskusi dalam menyusun regulasi ke depan. Sebab, fenomena kotak kosong akan semakin bermunculan pada tahun-tahun mendatang,” jelasnya.

Wanita yang akrab disapa Shisin ini menambahkan, pihaknya juga mencatat banyaknya pemilih yang sudah terdaftar di DPT tetapi tidak bisa memberikan suaranya karena sedang menjalani masa hukuman baik di lapas maupun di tahanan kepolisian dan kejaksaan. Kemudian ada ribuan warga binaan yang tidak bisa memberikan suaranya. “Ini karena tidak ada TPS khusus yang mengakomodir hak suara pemilih tersebut,” katanya.

Baca Juga :  Gempa M6,7 di Banten, Warga DKI Berhamburan Keluar Rumah dan Kantor

Tentang prokes yang diterapkan secara ketat di semua TPS, JaDI memberikan apresiasi yang tinggi kepada KPU karena telah menyediakan kebutuhan masker, handsanitizer, dan sebagainya. Namun, JaDI juga memberikan catatan, tidak semua TPS menyediakan tempat sampah untuk membuang masker, sarung tangan, tisu bekas, sehingga banyak sampah berserakan di sekitar TPS. “Kebutuhan prokes sudah tersedia di TPS, tapi kedisiplinan KPPS, pengawas TPS, Linmas, dan pemilih masih rendah dalam menggunakan alat pelindung diri dengan benar,” tuturnya.

Temuan lain, menurut dia, adanya saksi paslon tertentu di luar TPS yang bertugas mengabsen warga yang belum datang ke TPS. Jika belum datang juga ke TPS, saksi paslon ini mendatangi tempat tinggal warga dan memintanya segera datang ke TPS untuk memberikan suara. “Ini menarik karena dilakukan oleh tim sukses paslon tertentu yang masif di satu kabupaten,” ungkapnya. (mus/rek)

SURABAYA – Pilkada serentak telah dilaksanakan di 19 kabupaten/kota se-Jawa Timur. Namun, ada dua tempat pemungutan suara (TPS) yang akan menggelar pemungutan suara ulang (PSU).

Ketua KPU Jawa Timur Choirul Anam mengungkapkan, ada dua TPS yang akan menggelar pencoblosan ulang. Yakni, satu TPS di Kota Surabaya dan satu TPS di Kabupaten Malang. “PSU di Kabupaten Malang di TPS 3 Desa Purwodadi, Kecamatan Donomulyo digelar 12 Desember. Sedangkan di Kota Surabaya, TPS 46 di Kelurahan Kedurus, Kecamatan Karang Pilang, 13 Desember,” ujar Choirul Anam di Surabaya, Kamis (10/12).

Menurut dia, PSU di Surabaya karena kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) memberikan penandaan (nomor urut) pada surat suara. Hal ini tidak menjamin asas kerahasiaan pemilih.

“Dari proses klarifikasi yang dilakukan oleh KPU Surabaya terhadap petugas KPPS, penandaan dengan memberikan nomor urut pada surat suara bukan dimaksudkan untuk hal yang melanggar regulasi. Melainkan untuk memudahkan dalam proses penghitungan surat suara saat pelaksanaan proses penghitungan,” jelasnya.

Sedangkan di Kabupaten Malang, lanjut Anam, karena ada dua orang lebih yang tidak ada dalam daftar pemilih tetap (DPT). Juga bukan pemilih yang memiliki KTP setempat dan dilayani oleh KPPS. “Untuk pelanggaran di Kabupaten Malang, KPPS menyatakan hanya ingin memfasilitasi pemilih yang datang ke TPS tanpa bermaksud melakukan pelanggaran.

Baca Juga :  Korban Jiwa Erupsi Gunung Semeru 1 Orang, Puluhan Warga Alami Luka Bakar

Hal ini terjadi karena kekurangpahaman KPPS dalam memahami jenis-jenis pemilih. Ini mengakibatkan lolosnya pemilih yang tidak memiliki hak untuk menggunakan hak pilihnya di TPS tersebut,” paparnya.

Anam mengatakan, apa pun keterangan KPPS, keputusannya tetap. Ini karena hal tersebut sudah melanggar regulasi. “Jadi, KPU memutuskan untuk PSU,” tegasnya.

Sementara itu,  Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Jatim mencatat beberapa temuan di 14 kabupaten/kota di Jatim yang menggelar pilkada serentak. Temuan tersebut akan djadikan masukan kepada KPU, Bawaslu, DKPP, hingga DPR RI. “Misalnya, semua jajaran KPPS di Kabupaten Kediri menolak kehadiran saksi kotak kosong. Nah, di Kediri hanya ada satu paslon yang berlaga melawan kotak kosong,” ujar Direktur Eksekutif JaDI Jatim Dewita Hayu Shinta.

Menurut dia, sejauh ini tidak ada regulasi yang mengatur tentang kampanye serta saksi bagi kotak kosong. Padahal, kotak kosong sebenarnya juga merupakan representasi pemilih yang tidak ingin memberikan suaranya pada pasangan calon (paslon) lain. “Ini akan menjadi bahan diskusi dalam menyusun regulasi ke depan. Sebab, fenomena kotak kosong akan semakin bermunculan pada tahun-tahun mendatang,” jelasnya.

Wanita yang akrab disapa Shisin ini menambahkan, pihaknya juga mencatat banyaknya pemilih yang sudah terdaftar di DPT tetapi tidak bisa memberikan suaranya karena sedang menjalani masa hukuman baik di lapas maupun di tahanan kepolisian dan kejaksaan. Kemudian ada ribuan warga binaan yang tidak bisa memberikan suaranya. “Ini karena tidak ada TPS khusus yang mengakomodir hak suara pemilih tersebut,” katanya.

Baca Juga :  Butuh Komisioner Baru, KPU Jatim Tak Butuh Pencari Kerja

Tentang prokes yang diterapkan secara ketat di semua TPS, JaDI memberikan apresiasi yang tinggi kepada KPU karena telah menyediakan kebutuhan masker, handsanitizer, dan sebagainya. Namun, JaDI juga memberikan catatan, tidak semua TPS menyediakan tempat sampah untuk membuang masker, sarung tangan, tisu bekas, sehingga banyak sampah berserakan di sekitar TPS. “Kebutuhan prokes sudah tersedia di TPS, tapi kedisiplinan KPPS, pengawas TPS, Linmas, dan pemilih masih rendah dalam menggunakan alat pelindung diri dengan benar,” tuturnya.

Temuan lain, menurut dia, adanya saksi paslon tertentu di luar TPS yang bertugas mengabsen warga yang belum datang ke TPS. Jika belum datang juga ke TPS, saksi paslon ini mendatangi tempat tinggal warga dan memintanya segera datang ke TPS untuk memberikan suara. “Ini menarik karena dilakukan oleh tim sukses paslon tertentu yang masif di satu kabupaten,” ungkapnya. (mus/rek)

Most Read

Berita Terbaru