SURABAYA – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan penyakit Tuberkulosis (TBC) menjadi atensi dan pekerjaan rumah nasional, bahkan di tempat kerja. Bahkan, menurut WHO Global TBC Report 2021, Indonesia masuk dalam 5 besar negara dengan jumlah kasus TBC nomor 2 di dunia.
“Diharapkan manajemen atau penyedia kerja dapat berpartisipasi aktif terhadap penanggulangan TBC di tempat kerja, dimulai dari saat seleksi pekerja, higiene sanitasi di tempat kerja, hingga gotong royong perbaikan perumahan pekerja,” tuturnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur Dr Erwin Astha Triyono mengatakan banyaknya kasus TBC pada pekerja ini bukan baru-baru ini saja, akan tetapi memang baru ditemukan. Pasalnya, lanjut Erwin, Pemerintah Pusat menargetkan masing-masing provinsi harus bisa menemukan 90.000 kasus dalam setahun.
“Namun sejauh ini kami hanya bisa menemukan 55 sampai 60 persen. Tahun 2021 pemprov Jatim menemukan sebanyak 43.268 jiwa penderita Tuberkulosis (TBC) 2021. Jumlah tersebut merupakan terbanyak ketiga di Indonesia,” jelasnya.
Lebih lanjut Erwin mengajak masyarakat untuk sama-sama menemukan kasusnya. Menurutnya jika ada keluarga yang batuk lebih dari 2 minggu segera mengakses layanan kesehatan.
“Dengan semakin banyak yang ditemukan, mereka yang terdiagnosis TBC dapat segera diobati dan tidak lagi menularkan kepada orang di sekitarnya. Kalau ketemu lebih dini ini lebih mudah diobati daripada yang stadium,” jelasnya.
Erwin mengatakan untuk memudahkan tenaga kesehatan dan masyarakat melakukan skrining Tuberkulosis secara mandiri (self assessment) baik secara aktif atau pasif, Dinkes Jatim meluncurkan aplikasi E-TIBI. Ia menambahkan masyarakat mudah mengakses aplikasi tanpa harus login terlebih dahulu, akses ke link aplikasi mudah disebarkan melalui media sosial.
“Setelah mengisi identitasnya, menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat, masyarakat langsung mengetahui status pemeriksaan (terduga/bukan terduga),” katanya.
Lebih lanjut Erwin mengatakan setelah mengetahui status pemeriksaannya, masyarakat terduga TBC diharapkan segera datang ke fasilitas kesehatan (faskes) terdekat. Sehingga dapat segera ditindaklanjuti oleh tenaga kesehatan.
“Masyarakat dapat mengakses aplikasi E-TIBI kapanpun dan dimanapun. Aplikasi ini didesain untuk memudahkan masyarakat agar mau datang ke fasilitas layanan kesehatan sedini mungkin. Sehingga semakin cepat diperiksa maka semakin cepat diobati dan dapat segera memutus rantai penularan di masyarakat,” terangnya.
Erwin mengaku kendala yang dialami untuk menemukan penderita TBC ini adalah ketidakterbukaan dari masyarakat. “Banyak penderita TBC yang enggan untuk mengungkapkan dengan alasan takut dikucilkan oleh masyarakat atau di PHK dari pekerjaannya. Inilah yang harus diubah pola pikirnya,” pungkasnya. (mus)