SURABAYA – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memastikan akan memberikan bantuan dan mendampingi sembilan dari 53 kru KRI Nanggala 402 asal Kota Surabaya yang hilang kontak di Bali Utara sejak Rabu (21/4) lalu. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menjelaskan, pihaknya akan mendampingi istri para awak kabin yang dinyatakan gugur sebagai kusuma bangsa di perairan Pulau Bali.
“Kami akan mendampingi istri dari awak KRI Nanggala. Di bidang perekonomian, akan kami dampingi untuk membuat dan mengembangkan UMKM,” tutur Eri. Eri menambahkan, sebagian besar istri awak kabin itu sudah bekerja. Karena itu, pihaknya akan membantu pihak yang masih membutuhkan pengembangan ekonomi.
”Ada sebagian besar istri yang sudah bekerja. Jadi, kalau ada yang membutuhkan pengembangan ekonomi, akan kami bantu. Produksinya akan dibantu Pemkot Surabaya,” ucap Eri.
Pemkot Surabaya saat ini sedang melakukan pendataan sebelum melakukan pendampingan UMKM. Selain di bidang ekonomi, Eri juga berjanji memberikan beasiswa bagi putra-putri awak kabin KRI Nanggala 402 asal Surabaya yang gugur.
Menurut dia, pemkot juga memberikan pendampingan secara psikologis bagi anak dan istri awak kabin. Mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu menjelaskan, pendampingan tersebut diharapkan memberikan kemudahan bagi keluarga.
”Saat ini sedang pendataan. Mulai Senin (26/4), sudah didampingi dari DP5A. Semoga pendampingan ini bisa memberikan ketabahan dan kemudahan untuk menapak ke depan dan mentalnya juga bisa bangkit untuk menatap hari esok,” ujar Eri.
GENERASI KEEMPAT KELUARGA DI ARSENAL
Sejumlah karangan buka berjajar di Bronggalan Sawah IV Surabaya. Pengirimnya berbagai instansi, dari TNI Angkatan Laut, Ketua DPRD Surabaya, Wakil Wali Kota Surabaya hingga staf Pascasarjana Universitas Widya Mandala Surabaya.
Di depan rumah dua tingkat berpagar besi hijau, berdiri dua tenda terop dengan kursi berjajar yang sebagian diduduki oleh tetangga, kerabat dan keluarga. Tampak juga beberapa personel TNI AL. ”Silakan duduk,” sapa Untung, pemilik rumah yang merupakan ayah kandung Suheri.
Suheri adalah seorang aparatur sipil negara (ASN), salah satu dari 53 orang awak kapal selam KRI Nanggala 402 yang mengalami musibah di Perairan Utara Bali. Suheri sehari-harinya berdinas dan menjabat sebagai Asembling-Diasembling/Subbag Senjata Khusus Torpedo/Bagian Uji Coba di Arsenal Dissenlekal Mabesal.
ASN ini mempunyai keahlian khusus di bidang senjata torpedo sehingga kesehariannya berkecimpung di bidang senjata berisiko tinggi, apalagi senjatanya bersifat khusus.
Di dalam ruang tamu rumah, seorang perempuan berjilbab dengan mata sembab menerima kedatangan rekanrekannya. Dia adalah Siti Nurbaya, istri Suheri. Sehari-hari, Siti Nurbaya berprofesi sebagai guru di salah satu SD negeri di kawasan Kapasari, Surabaya.
Saat rekan seprofesinya datang, tangisnya pecah. Temannya mencoba menguatkan dan memberi dukungan agar tetap sabar, tabah dan ikhlas menerima ujian ini. ”Saya bilang ke menantu (Siti Nurbaya). Kamu boleh nangis, tapi jangan terlalu berlebihan. Kasihan suamimu. Tangisanmu juga tidak bisa membuat Suheri kembali,” ucap Untung.
Kakek berusia 71 tahun tersebut mengaku lebih kuat saat menerima kabar anaknya yang turut dalam tugas KRI Nanggala 402. Profesi yang hampir sama dengan anaknya tersebut membuatnya lebih tegar dan memahami risiko yang dihadapi anaknya saat bekerja.
”Saya dulu kerjanya sama dengan Suheri, juga sebagai ASN, tapi saya bukan di kapal selam. Saya juga sering berpesan kepada dia tentang pekerjaannya,” ucapnya. ”Heri ini generasi keempat. Dulu, kakek saya atau kakek buyutnya Heri, juga kerja di bidang arsenal (persenjataan, red),” kata Untung.
Ia terakhir bertemu anaknya pada Senin (19/4), saat berpamitan hendak bekerja. Tak ada yang aneh saat meminta izin, karena saat akan berlayar juga selalu pamit. ”Rumah Heri agak masuk, dan ini rumah saya. Jadi saat berangkat, dia mampir dan pamitan. Termasuk Senin pagi itu, dia pamit mau berlayar. Seperti biasa, dia bilang mau berlayar dan minta didoakan berhasil,” katanya, mengenang.
Saat ada kabar kapal selam hilang kontak, Untung mengaku mengetahuinya, tapi tidak menyadari jika anaknya termasuk dalam salah satu awak. Sebab, selain KRI Nanggala, terdapat juga KRI Cakra. Ia baru tahu saat melihat di televisi bahwa terdapat nama anaknya dalam daftar nama awak KRI Nanggala 402 yang mengalami musibah hilang kontak.
”Ini sudah takdir dari Allah SWT. Semua harus menerimanya dengan ikhlas. Tapi kami masih berharap pencarian terus dilakukan, apapun hasilnya (baik hidup atau tidak), kami sangat siap,” tuturnya.
Suheri meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak. Anak pertamanya seorang perempun sedang menempuh pendidikan S-3 di Thailand, anak keduanya laki-laki bekerja dan berkuliah S-2 di Universitas Widya Mandala dan anak bungsunya juga laki-laki bersekolah di SMP Muhammadiyah 5 Surabaya.
Sementara itu, Markas Besar TNI Angkatan Laut mengajak pakar kapal selam dan ahli pembuat kapal selam untuk melakukan investigasi terkait tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 di perairan Bali. (rmt/rek)