25 C
Surabaya
Thursday, March 30, 2023

Kerap Jadi Kasus, Sekdaprov Jatim: Anggaran Hibah Turun Setiap Tahun

SURABAYA – Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Adhy Karyono mengatakan dana hibah mengalami penurunan setiap tahunnya. Meski demikian menurutnya hal tersebut sesuai dengan keputusan Kementerian Dalam Negeri.

“Kalau untuk nominalnya dan yang lebih tahu adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Yang pasti turun,” ujarnya singkat.

Dari data yang diperoleh Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Provinsi Jawa Timur, Belanja Hibah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2021 dianggarkan sebesar Rp10.274.943.690.490,00 (sepuluh triliun dua ratus tujuh puluh empat miliar sembilan ratus empat puluh tiga juta enam ratus sembilan puluh ribu empat ratus sembilan puluh rupiah).

Kemudian Belanja Hibah pada APBD 2022 dianggarkan sebesar Rp5.318.114.608.070,00 (lima triliun tiga ratus delapan belas miliar seratus empat belas juta enam ratus delapan ribu tujuh puluh rupiah). Sedangkan belanja hibah pada Perda 14 Tahun 2022 tentang APBD 2023 dianggarkan sebesar Rp3.365.394.584.224,00 (tiga triliun tiga ratus enam puluh lima miliar tiga ratus sembilan puluh empat juta lima ratus delapan puluh empat ribu dua ratus dua puluh empat rupiah).

Baca Juga :  Atlet Peduli Wisata

Sementara itu anggota DPRD Jatim Mathur Husyairi mengatakan tidak ada masalah terkait dengan turunnya anggaran hibah. Karena menurutnya hibah sebenarnya bertujuan sebagai penunjang pembangunan pemerintah daerah.

“Artinya bukan urusan wajib, namun hibah ini banyak menjadi pokok pikiran (Pokir) anggota dewan pada reses. Sebenarnya pada proses penganggaran, reses pun tidak harus berupa hibah,” jelasnya, Kamis (19/1).

Mathur menegaskan pokir ini seharusnya menjadi program yang melekat pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masing-masing.  “Tapi di Pemprov Jatim ini sudah menjadi kesepakatan yang tidak tertulis sejak lama teman-teman anggota dewan ini mengelola reses itu dengan dana hibah. Sehingga muncul berupa kelompok-kelompok masyarakat, yayasan, masjid, mushola, UMKM dan bentuk-bentuk pemberdayaan lainnya. Kalau saya bilang hati-hati dalam alokasi dana hibah. Saya sudah lama meminta agar Pemprov mem-publish siapa saja penerima hibah saat ini. Agar masyarakat bisa memantau bersama mengenai anggaran itu,” terangnya.

Baca Juga :  Tekan Perceraian, Calon Pasutri Wajib Ikuti Sekolah Pra Nikah

Menurutnya tidak ada persoalan kalau anggaran hibah turun, selama program yang yang menjadi prioritas dengan menyinkronkan antara Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) pada masing-masing tahun masih on the track.

“Saya setuju dengan pengurangan dana hibah sebagai bentuk sikap hati-hati yang perlu didukung. Karena sejauh ini anggaran hibah Pemprov  terlalu tinggi. Bahkan di 2020 semisal, hibah menyentuh hingga angka Rp 10 triliun,” jelasnya.

Mathur mengaku selama ini saluran hibah juga tidak merata. Banyak hibah masuk ke Madura. Namun, meski digelontor hibah pulau garam itu tidak mengalami perubahan signifikan. Angka stunting tetap tinggi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masih rendah, belum lagi soal kemiskinan.

“Sebaiknya alokasi bantuan memang diberikan ke sektor lain. Yang berdampak langsung ke masyarakat. Seperti pengentasan masalah kemiskinan ekstrem,” pungkasnya. (mus/rak)

SURABAYA – Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Adhy Karyono mengatakan dana hibah mengalami penurunan setiap tahunnya. Meski demikian menurutnya hal tersebut sesuai dengan keputusan Kementerian Dalam Negeri.

“Kalau untuk nominalnya dan yang lebih tahu adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Yang pasti turun,” ujarnya singkat.

Dari data yang diperoleh Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Provinsi Jawa Timur, Belanja Hibah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2021 dianggarkan sebesar Rp10.274.943.690.490,00 (sepuluh triliun dua ratus tujuh puluh empat miliar sembilan ratus empat puluh tiga juta enam ratus sembilan puluh ribu empat ratus sembilan puluh rupiah).

Kemudian Belanja Hibah pada APBD 2022 dianggarkan sebesar Rp5.318.114.608.070,00 (lima triliun tiga ratus delapan belas miliar seratus empat belas juta enam ratus delapan ribu tujuh puluh rupiah). Sedangkan belanja hibah pada Perda 14 Tahun 2022 tentang APBD 2023 dianggarkan sebesar Rp3.365.394.584.224,00 (tiga triliun tiga ratus enam puluh lima miliar tiga ratus sembilan puluh empat juta lima ratus delapan puluh empat ribu dua ratus dua puluh empat rupiah).

Baca Juga :  Dalami Doodle Pilih Gabung Komunitas

Sementara itu anggota DPRD Jatim Mathur Husyairi mengatakan tidak ada masalah terkait dengan turunnya anggaran hibah. Karena menurutnya hibah sebenarnya bertujuan sebagai penunjang pembangunan pemerintah daerah.

“Artinya bukan urusan wajib, namun hibah ini banyak menjadi pokok pikiran (Pokir) anggota dewan pada reses. Sebenarnya pada proses penganggaran, reses pun tidak harus berupa hibah,” jelasnya, Kamis (19/1).

Mathur menegaskan pokir ini seharusnya menjadi program yang melekat pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masing-masing.  “Tapi di Pemprov Jatim ini sudah menjadi kesepakatan yang tidak tertulis sejak lama teman-teman anggota dewan ini mengelola reses itu dengan dana hibah. Sehingga muncul berupa kelompok-kelompok masyarakat, yayasan, masjid, mushola, UMKM dan bentuk-bentuk pemberdayaan lainnya. Kalau saya bilang hati-hati dalam alokasi dana hibah. Saya sudah lama meminta agar Pemprov mem-publish siapa saja penerima hibah saat ini. Agar masyarakat bisa memantau bersama mengenai anggaran itu,” terangnya.

Baca Juga :  Awasi Penjualan Parcel dan Produk Mamin

Menurutnya tidak ada persoalan kalau anggaran hibah turun, selama program yang yang menjadi prioritas dengan menyinkronkan antara Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) pada masing-masing tahun masih on the track.

“Saya setuju dengan pengurangan dana hibah sebagai bentuk sikap hati-hati yang perlu didukung. Karena sejauh ini anggaran hibah Pemprov  terlalu tinggi. Bahkan di 2020 semisal, hibah menyentuh hingga angka Rp 10 triliun,” jelasnya.

Mathur mengaku selama ini saluran hibah juga tidak merata. Banyak hibah masuk ke Madura. Namun, meski digelontor hibah pulau garam itu tidak mengalami perubahan signifikan. Angka stunting tetap tinggi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masih rendah, belum lagi soal kemiskinan.

“Sebaiknya alokasi bantuan memang diberikan ke sektor lain. Yang berdampak langsung ke masyarakat. Seperti pengentasan masalah kemiskinan ekstrem,” pungkasnya. (mus/rak)

Most Read

Berita Terbaru