SURABAYA – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan ada pekerjaan rumah yang harus disampaikan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN), yakni terkait tanah oloran. Menurutnya tanah oloran ini banyak laut yang sudah dipetak.
“Laut yang sudah dipetak ini bukan hanya kabupaten sekitar yang melakukan petak-petak lahan, tapi juga dari kabupaten lain. Dan ini terjadi di Jawa Timur. Sehingga mereka (masyarakat) berantem di laut,” ujar Khofifah, Jumat (17/2).
Mantan Menteri Sosial ini mengatakan tanah oloran ini diperbolehkan oleh BPN dan disertifikasi. Khofifah mengatakan tata ruang laut persoalannya sangat kompleks. “Kami juga terus berupaya melakukan berbagai strategi pengelolaan ruang laut melalui proses integrasi tata ruang laut dengan tata ruang darat, pengawasan kesesuaian pemanfaatan ruang laut, penetapan kawasan konservasi perairan pesisir, dan sosialisasi dan edukasi pemanfaatan ruang laut secara masif,” urainya.
Sementara itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur Muhammad Isa Anshori mengatakan terkait tanah olor yang disampaikan gubernur pihaknya akan melkaukan koordinasi dengan BPN. Menurutnya terutama terkait legalitasnya. “Kalau sudah koordinasi dengan BPN dan aparat daerah setempat, seperti kecamatan dengan kepala desa. Yang penting legalitasnya harus diperjelas dengan menghadirkan semua pihak,” jelasnya.
Plt Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ir Suharyanto mengatakan rencana tata ruang merupakan bagian mendasar di dalam rangkaian proses penataan ruang laut untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekosistem dan keberlanjutan aktivitas sosial ekonomi di ruang laut.
Menurutnya penataan ruang laut juga menjadi salah satu dari 11 misi dalam mewujudkan Indonesia menjadi poros maritim dunia. Hal ini sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang kebijakan kelautan Indonesia.
“Menata ruang laut sangat diperlukan untuk menghindarkan terjadinya konflik pemanfaatan sumber daya kelautan terlebih-lebih laut bersifat common property, atau milik bersama. Di ruang laut semua pihak dapat mengklaim untuk menguasai pemanfaatan ruang laut dan sumber daya kelautan mulai dari permukaan laut, hingga di dasar laut. Apabila keadaan semacam ini kita biarkan terus terjadi tanpa pengaturan pemanfaatan kerja maka negara akan menghadapi kesulitan yang serius dalam menjaga keberlanjutan nilai ekologis,” pungkasnya. (mus)