Produk Industri Kecil Menengah (IKM) Tanggulangin pernah menjadi primadona di Indonesia. Kejayaan itulah yang akan dibangun kembali melalui rebranding Tanggulangin yang saat ini dilakukan. Target menjadi desa wisata melalui ikon produk Tanggulangin diharapkan mengembalikan Tanggulangin sebagai kawasan IKM populer.
Vega Dwi Arista-Wartawan Radar Surabaya
Perajin IKM di Tanggulangin sudah mulai bermunculan pada tahun 1970. Berdirinya Koperasi Industri Tas dan Koper (Intako) Tanggulangin pada 1975 menjadi awal lahirnya masa jaya perajin di kawasan Sidoarjo Selatan itu.
Di Jalan Raya Kludan hingga Kedensari Tanggulangin, para perajin rumahan terus bermunculan untuk menciptakan produk berkualitas. Para pengunjung dari Kota Delta hingga kota lain dan mancanegara banyak berdatangan untuk mencari oleh-oleh. Ada yang beli tas, dompet, ikat pinggang, kopor, jaket kulit, atau alas kaki.
Di masa keemasan hingga tahun 2000-an, omzet per bulan bisa mencapai Rp 900 juta hingga Rp 1 miliar. Produk tas, koper, sepatu, jaket, ikat pinggang dan produk lain jadi rebutan para pembeli saking istimewanya produk khas Tanggulangin.
Namun, sejak adanya semburan lumpur yang muncul pada 2006, semuanya berubah. Para perajin harus putar otak untuk bisa mendatangkan para pembeli. Maklum, image Tanggulangin “tenggelam” mempengaruhi minat masyarakat untuk datang. Apalagi, kemacetan dan permasalahan gejolak sosial akibat semburan lumpur membuat orang aras-arasen datang ke Tanggulangin.
Perlahan tapi pasti, semuanya telah berubah. Para perajin yang masih survive tidak ingin ikon Tanggulangin mati. Mereka terus berkarya untuk menciptakan produk unggulan yang berkualitas. “Masih banyak perajin yang ingin mengembangkan usahanya dan tetap bertahan hingga sekarang,” kata Ketua Koperasi Intako Tanggulangin Ainur Rofiq.
Ainur menyebut ada 276 perajin yang tergabung dalam Koperasi Intako. Para perajin tersebut memiliki tekad untuk terus menciptakan produk berkualitas. Bantuan dari Pemkab Sidoarjo maupun pemerintah pusat untuk membangkitkan Tanggulangin, sangat membantu para perajin. “Kita sudah bisa menyaingi produk China untuk pemasaran produk tas. Khusus untuk produk kulit, kita masih unggul,” jelasnya.
Ainur Rofiq mengaku, rebranding yang dilakukan di Tanggulangin sangat membantu perajin untuk bisa berkembang. Malah, konsep desa wisata melalui tiga ikon, yakni wisata belanja, wisata budaya dan wisata edukasi industri bisa menjadikan masyarakat datang ke Tanggulangin. “Kami sangat optimis desa wisata bisa terwujud di Tanggulangin. IKM Tanggulangin akan menjadi obyek wisata yang wajib dikunjungi,” yakinnya.
Menurutnya, dengan konsep yang matang maka kejayaan Tanggulangin di tahun 1990-2000 bisa akan terulang. Saat ini omzet di Tanggulangin hanya Rp 500 juta-Rp 600 juta per bulan. Dengan adanya promosi dan pemasaran yang baik maka target transaksi Rp 1 miliar per bulan bisa tercapai. “Poinnya pada promosi dan pemasaran yang sangat dibutuhkan oleh perajin,” ucapnya.
Harga produk yang terjangkau menjadikan Tanggulangin lebih disukai. Tidak hanya murah, kualitas barang malah di atas produk lain. Baik itu untuk produk sintetis maupun kulit.
Kerjasama dengan Pemkab Sidoarjo melalui Dinas Perdagangan, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Pemkab Sidoarjo terus dilakukan. Bantuan dari Kementerian Perindustrian untuk mempromosikan Tanggulangin di Indonesia, juga sangat membantu perajin.
Dia berharap, bantuan tersebut bisa kembali menggaungkan Tanggulangin ke sejumlah penjuru pelosok Indonesia. Sehingga, produk Tanggulangin bisa menjadi terkenal. “Dengan pemasaran dan promosi yang baik maka Tanggulangin pasti akan jaya lagi,” harapnya.
Upaya untuk mengembalikan kesuksesan perajin Tanggulangin didukung penuh oleh pemerintah pusat. Dalam kunjungannya di Tanggulangin, Dirjen IKM Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih juga sangat optimistis Tanggulangin kembali ke puncak kejayaan. “Kami yakin pada 2019 Tanggulangin bisa kembali jaya,” kata Gati di sela kegiatan Pasar Kreatif Tanggulangin yang dilaksanakan Jumat (2/11).
Pejabat berparas cantik ini menilai, keseriusan perajin dan Pemkab Sidoarjo untuk mengangkat kembali Tanggulangin menjadi salah satu poin penting. Sinergitas antara pemerintah daerah dan pusat harus dilakukan agar Tanggulangin bisa terus eksis. “Tanggulangin berkontribusi besar pada perekonomian termasuk ekspor di Indonesia,” terangnya.
Gati mengungkapkan, tujuan utama rebranding yang dilakukan agar produk Tanggulangin kembali jadi primadona. Produk yang berkualitas dimiliki perajin Tanggulangin sangat membantu rebranding tersebut. Perbaikan jalan yang dilakukan juga menjadi salah satu alat penunjang agar masyarakat berdatangan. “Kita jadikan Tanggulangin pilot project nasional,” ujarnya.
Salah satu perajin M Roni Yudianto mengatakan, sinergitas untuk mempromosikan dan memasarkan produk Tanggulangin memang sangat penting. Dia mendukung langkah rebranding dengan mengangkat kembali kejayaan perajin Tanggulangin. “Butuh promosi karena produk Tanggulangin ingin dikenal kembali banyak masyarajat,” ujarnya.
Pemilik produk tas merek Lee Choir ini mengaku, promosi melalui sejumlah langkah harus dilakukan. Baik itu melalui kemajuan teknologi, media sosial maupun akses yang lain. “Pameran dan sejumlah kegiatan saya ikuti agar produk Tanggulangin semakin terkenal,” ucapnya.
Saat mengikuti pameran di Surabaya, Semarang, Jakarta, Batam, Medan, Lombok, Ternate, Bali hingga Malaysia, dia tak henti-hentinya memamerkan produk Tanggulangin. “Tanggulangin tidak tenggelam tetapi masih bisa berkreasi dan berinovasi,” ucapnya. (*/opi)