SURABAYA – Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mencatat dari delapan kota indeks harga konsumen (IHK) di Jatim, tujuh kota mengalami inflasi dan satu kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Surabaya sebesar 0,29 persen dan inflasi terendah terjadi di Kabupaten Sumenep sebesar 0,02 persen, sedangkan satu-satunya deflasi tercatat di Kota Malang sebesar 0,01 persen.
“Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran,” ujar Kepala BPS Jatim Dadang Hardiwan.
Dadang mengatakan, dari sebelas kelompok pengeluaran, delapan kelompok mengalami inflasi, sedangkan dua kelompok mengalami deflasi dan satu kelompok tidak mengalami perubahan. Kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi tertinggi adalah yaitu kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 0,92 persen, sedangkan yang terendah adalah kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,03 persen.
“Terdapat dua kelompok pengeluaran lain yang mengalami inflasi di bawah 0,1 persen, yaitu pakaian dan alas kaki sebesar 0,06 persen serta kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,04 persen. Sedangkan kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi adalah kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,02 persen dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,12 persen,” paparnya.
Lebih lanjut Dadang menuturkan, tongkat inflasi tahun kalender Februari 2021 sebesar 0,53 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Februari 2021 terhadap Februari 2020) sebesar 1,16 persen.
Dadang menambahkan, Nilai Tukar Petani (NTP) Jatim bulan Februari 2021 turun 0,29 persen dari 100,67 menjadi 100,38. Penurunan NTP ini disebabkan karena indeks harga yang diterima petani turun sebesar 0,06 persen sedangkan indeks harga yang dibayar petani naik sebesar 0,23 persen. “Pada bulan Februari 2021, dua subsektor pertanian mengalami penurunan NTP dan tiga subsektor mengalami kenaikan,” katanya.
Subsektor yang mengalami penurunan NTP terbesar terjadi pada subsektor tanaman pangan yaitu 1,18 persen dari 102,21 menjadi 101,00 diikuti subsektor peternakan sebesar 0,12 persen dari 98,45 menjadi 98,33.
Sedangkan subsektor yang mengalami kenaikan NTP adalah subsektor hortikultura sebesar 3,30 persen dari 100,01 menjadi 103,31, diikuti subsektor perikanan sebesar 1,10 persen dari 99,00 menjadi 100,08 dan subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 0,11 persen dari 98,35 menjadi 98,46.
“Lima provinsi di Pulau Jawa yang melakukan penghitungan NTP pada bulan Februari 2021, semuanya mengalami penurunan NTP. Penurunan NTP terbesar terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 0,96 persen diikuti Jawa Tengah sebesar 0,60 persen, Jatim sebesar 0,29 persen, Banten sebesar 0,24 persen dan Jawa Barat sebesar 0,21 persen,” pungkasnya. (mus/nur)