25 C
Surabaya
Thursday, March 30, 2023

Produksi Memadai, Porsi Impor Garam 2019 Harus Turun

SURABAYA – Himpunan Masyarakat Petani Garam Jawa Timur (HMPG Jatim) menilai kebijakan impor garam industri yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 2,7 juta ton selama 2018 terlalu besar.

Ketua HMPG Jatim Muhammad Hasan berharap, kebijakan tersebut turun pada 2019, mengingat sepanjang tahun cuaca kemarau cukup bagus. “Ada sisa produksi garam secara nasional yang bisa di subtitusi ke garam industri,” ujar Hasan di Surabaya, Jumat (4/1). 

Sebenarnya kuota impor garam industri 2018, diungkapkan pria asli Madura itu, sudah turun dibanding 2017 yang mencapai 3,7 juta ton. Namun dengan produksi garam 2,9 juta ton dengan tingkat konsumsi 1,6 juta ton selama 2018 masih terbilang besar. Karena ada sisa 1,3 juta ton yang dapat dialihkan ke industri. “Garam produksi kemarin kan itu garam produksi. Masih bisa digunakan untuk konsumsi atau industri. Tergantung diprosesnya seperti apa,” ungkapnya. 

Baca Juga :  Tim Sergap Serahkan Beras ke Bulog

Perlu diketahui untuk memenuhi kualitas garam industri, dibutuhkan kadar NaCL cukup tinggi. Kadar dari beberapa negara impor yang selama ini masuk ke Indonesia, seperti Australia dengan kandungan NaCL 92,99 persen, India 91,04 persen. Sebenarnya tidak terlalu jauh kualitasnya jika dibanding garam lokal, yang menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim, garam rakyat Sumenep NaCL mencapai 94,10 persen. “Saya yakin kalau sudah diproses, NaCL bisa penuhi seperti garam impor,” tuturnya. 

Hasan berharap, produksi garam 2019 masih cukup bagus, sehingga impor garam industri bisa diturunkan lagi. Ia pun menyarankan agar program ekstensifikasi (perluasan) lahan oleh pemerintah dinaikkan. Selain memperbanyak bantuan alat teknologi kepada petani. 

Baca Juga :  Transformasi Digital BRI Berbuah Manis, 98,41% Nasabah Pakai Platform Digital

“Kemudian untuk jaga sistem tata niaga harusnya harga pokok penjualan (HPP) garam segera ditetapkan,” sebutnya. 

Usulan HMPG Jatim, HPP garam berada di Rp 1.500 per kilogram untuk terendah. Sedangkan tertinggi Rp 2.000 sampai Rp 2.500 per kilogram. (cin/nur)

SURABAYA – Himpunan Masyarakat Petani Garam Jawa Timur (HMPG Jatim) menilai kebijakan impor garam industri yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 2,7 juta ton selama 2018 terlalu besar.

Ketua HMPG Jatim Muhammad Hasan berharap, kebijakan tersebut turun pada 2019, mengingat sepanjang tahun cuaca kemarau cukup bagus. “Ada sisa produksi garam secara nasional yang bisa di subtitusi ke garam industri,” ujar Hasan di Surabaya, Jumat (4/1). 

Sebenarnya kuota impor garam industri 2018, diungkapkan pria asli Madura itu, sudah turun dibanding 2017 yang mencapai 3,7 juta ton. Namun dengan produksi garam 2,9 juta ton dengan tingkat konsumsi 1,6 juta ton selama 2018 masih terbilang besar. Karena ada sisa 1,3 juta ton yang dapat dialihkan ke industri. “Garam produksi kemarin kan itu garam produksi. Masih bisa digunakan untuk konsumsi atau industri. Tergantung diprosesnya seperti apa,” ungkapnya. 

Baca Juga :  HUT Ke-56, PGN Subholding Gas Komitmen Bersinergi dengan Holding Migas

Perlu diketahui untuk memenuhi kualitas garam industri, dibutuhkan kadar NaCL cukup tinggi. Kadar dari beberapa negara impor yang selama ini masuk ke Indonesia, seperti Australia dengan kandungan NaCL 92,99 persen, India 91,04 persen. Sebenarnya tidak terlalu jauh kualitasnya jika dibanding garam lokal, yang menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim, garam rakyat Sumenep NaCL mencapai 94,10 persen. “Saya yakin kalau sudah diproses, NaCL bisa penuhi seperti garam impor,” tuturnya. 

Hasan berharap, produksi garam 2019 masih cukup bagus, sehingga impor garam industri bisa diturunkan lagi. Ia pun menyarankan agar program ekstensifikasi (perluasan) lahan oleh pemerintah dinaikkan. Selain memperbanyak bantuan alat teknologi kepada petani. 

Baca Juga :  Tim Sergap Serahkan Beras ke Bulog

“Kemudian untuk jaga sistem tata niaga harusnya harga pokok penjualan (HPP) garam segera ditetapkan,” sebutnya. 

Usulan HMPG Jatim, HPP garam berada di Rp 1.500 per kilogram untuk terendah. Sedangkan tertinggi Rp 2.000 sampai Rp 2.500 per kilogram. (cin/nur)

Most Read

Berita Terbaru